RI Hadapi Risiko Bencana Tertinggi di Dunia, Perempuan dan Anak Paling Rentan
Kredit Foto: Antara/Akbar Tado
Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Titi Eko Rahayu menghadiri Peringatan Hari Kemanusiaan Sedunia (World Humanitarian Day/WHD) 2025 yang mengusung tema “Melindungi yang Rentan, Membangun yang Tangguh : Refleksi dan Penguatan Penanggulangan Bencana yang Inklusif di Indonesia” di Pos Bloc, Jakarta.
Dalam acara yang diselenggarakan pada Jumat (22/8/2025), Titi Eko menegaskan pentingnya perlindungan perempuan dan anak dalam penanggulangan bencana.
Baca Juga: Jaga Kinerja Manufaktur, Kemenperin Tingkatkan Kualitas SDM
“Peringatan Hari Kemanusiaan Sedunia tahun ini hadir di tengah tantangan global yang semakin kompleks, mulai dari konflik yang masih berlangsung di berbagai belahan dunia, dampak perubahan iklim yang meningkatkan risiko bencana, hingga krisis kemanusiaan yang memengaruhi jutaan orang. Kemanusiaan adalah bahasa bersama umat manusia yang tidak mengenal batas negara, agama, maupun etnis. Karena itu, Hari Kemanusiaan Sedunia bukan sekadar seremoni, melainkan pengingat bahwa semua pihak harus hadir untuk kelompok rentan, terutama perempuan dan anak,” ujar Titi Eko, dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Selasa (26/8).
Titi Eko menyampaikan Indonesia sendiri termasuk negara dengan risiko bencana tertinggi di dunia. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sepanjang 2024 terjadi lebih dari 3.200 bencana yang tidak hanya merusak infrastruktur tetapi juga menimbulkan dampak sosial serius.
“Perempuan dan anak adalah kelompok yang paling rentan dalam situasi darurat. Mereka sering kehilangan akses terhadap layanan dasar dan menghadapi risiko kekerasan yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2024 menunjukkan 1 dari 4 perempuan pernah mengalami kekerasan. Risiko ini meningkat tajam dalam kondisi bencana, ketika ruang aman berkurang dan mekanisme perlindungan melemah,” kata Titi Eko.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Kemen PPPA memperkuat layanan perlindungan, salah satunya melalui SAPA 129, yang beroperasi 24 jam via telepon maupun WhatsApp yang dapat diakses pada nomor 08111-129-129. Layanan ini memungkinkan masyarakat melaporkan kekerasan terhadap perempuan dan anak secara cepat, dengan tindak lanjut berupa pendampingan hukum, perlindungan, serta dukungan psikososial.
Titi Eko juga mencontohkan praktik baik yang mendukung upaya perlindungan bagi perempuan dan anak di situasi bencana saat gempa Sulawesi Tengah 2018, ketika pemerintah daerah bersama lembaga kemanusiaan mendirikan Ruang Ramah Perempuan dan Anak (RPPA) di lokasi pengungsian.
Ruang ini memberikan perlindungan, konseling, layanan kesehatan reproduksi, serta aktivitas bermain untuk anak-anak. Ketika perlindungan berbasis gender diutamakan, maka pemulihan komunitas berlangsung lebih cepat.
“Perempuan bukan hanya korban, tetapi juga penopang ketangguhan komunitas. Karena itu, gender mainstreaming harus diterapkan dalam seluruh tahapan penanggulangan bencana mulai dari mitigasi, respon darurat, hingga pemulihan. Jika perempuan dan anak masih tertinggal, maka pembangunan kita tidak akan sepenuhnya berhasil,” ujar Titi Eko.
Lebih lanjut, Titi Eko menyampaikan apresiasi kepada United Nations Resident Coordinator (UNRC), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Kementerian Kesehatan, BNPB, dengan dukungan United Nations Population Fund (UNFPA), United Nations Entity for Gender Equality and the Empowerment of Women (UNWOMEN), United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (UNOCHA) dan berbagai mitra CSOs yakni Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Yayasan Kerti Praja, akademisi, dan dunia usaha (Danone dan Grab Indonesia) yang telah berkontribusi dalam penyelenggaraan hari ini.
Ia mengajak seluruh pihak meneguhkan komitmen untuk memperkuat perlindungan perempuan dan anak dalam situasi bencana.
“Pada peringatan Hari Kemanusiaan Sedunia tahun ini, mari kita teguhkan komitmen untuk memastikan tidak ada perempuan dan anak yang tertinggal dalam respon kemanusiaan maupun penanggulangan bencana. Komitmen ini diwujudkan melalui penguatan perlindungan lewat layanan SAPA 129, penyediaan ruang ramah perempuan dan anak, serta pelibatan perempuan sebagai agen perubahan dalam membangun ketangguhan komunitas. Sebab, kemanusiaan bukan sekadar memberi bantuan, melainkan membangun dunia yang lebih adil, setara, dan penuh empati. Semoga semangat kemanusiaan ini menjadi cahaya bagi langkah kita bersama,” pungkas Titi Eko.
Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial Kemenko PMK, Lilik Kurniawan juga menyampaikan bahwa peringatan Hari Kemanusiaan Sedunia 2025 merupakan momentum penting untuk mengenang jasa para pekerja kemanusiaan, termasuk mereka yang telah gugur saat menjalankan tugas mulia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Advertisement