Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Susun Peta Jalan Dekarbonisasi 9 Subsektor Industri Energi-Intensif

Indonesia Susun Peta Jalan Dekarbonisasi 9 Subsektor Industri Energi-Intensif Kredit Foto: Annisa Nurfitri
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama dengan World Resources Institute (WRI) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) merumuskan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri. Dokumen ini menargetkan pencapaian emisi nol bersih pada 2050, lebih cepat dari target nasional.

Perumusan peta jalan tersebut dilakukan untuk mewujudkan industri berdaya saing sekaligus rendah emisi. Pasalnya, berdasarkan catatan Kemenperin pada tahun 2023, sektor industri menyumbang 34 persen emisi nasional. Namun, sektor ini juga menjadi motor ekonomi dengan kontribusi 18,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap lebih dari 19,3 juta tenaga kerja.

Kajian menunjukkan praktik ekonomi rendah karbon dapat meningkatkan daya dukung lingkungan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi dengan proyeksi peningkatan PDB rata-rata hingga 5,11 persen pada 2060.

Baca Juga: Kemenperin Tegaskan Industri Hijau Bukan Tren, Tapi Kebutuhan Mendesak! TPL Perkuat Transformasi

Kepala Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian, Apit Pria Nugraha, mengatakan Peta jalan tersebut mencakup sembilan subsektor industri intensif energi: semen, besi dan baja, pupuk, kimia, pulp dan kertas, tekstil, kaca dan keramik, otomotif, serta makanan dan minuman.

Dimana, berdasarkan profil emisi, 46 persen emisi manufaktur berasal dari energi yang dibangkitkan langsung, 16 persen dari pembelian listrik, dan 38 persen dari proses kimiawi dalam produksi maupun penggunaan produk (Industrial Processes and Product Use/IPPU).

Adapunm terdapat lima strategi utama dekarbonisasi yang menjadi fokus peta jalan, dengan prioritas pada pengurangan emisi, bukan hanya netralisasi. Strategi pengurangan emisi meliputi efisiensi energi dan material, penggantian bahan bakar dan material, elektrifikasi berbasis listrik rendah karbon, serta pemutakhiran proses produksi. Sementara itu, strategi netralisasi mencakup penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon.

Baca Juga: Wujudkan Industri Hijau, Ini Solusi untuk Emisi yang Sulit Dihilangkan

“Peta jalan dekarbonisasi telah disusun untuk 9 subsektor industri dengan proyeksi reduksi emisi yang signifikan. Yaitu sebesar 66,5 juta tCO2e emisi pada tahun 2035 dan 289,7 juta tCO2e emisi pada tahun 2050​. Dokumen ini masih bersifat living document dan akan terus dilengkapi untuk sektor-sektor yang saat ini belum terlingkup," ujar Apit dalam keterangan tertulis yang diterima, Rabu (27/8/2025).

Apit mengatakan, progres peta jalan yang akan menghasilkan dua laporan. Laporan Teknis akan diluncurkan September 2025, mencakup trayektori penurunan emisi, strategi dekarbonisasi terbaik, dampak kenaikan harga produk, serta kebutuhan energi dan material.

Sedangkan, laporan Kebijakan dijadwalkan rilis Maret 2026, berisi analisis kesenjangan kebijakan di bidang teknologi, pendanaan, dan regulasi, serta rekomendasi kerangka kebijakan. Selanjutnya, pada September 2026, Kementerian Perindustrian berencana menerbitkan Peraturan Menteri Peta Jalan Dekarbonisasi Industri secara bertahap untuk tiap subsektor.

Baca Juga: Ekonomi Sirkular Pilar Penting Wujudkan Transformasi Industri Hijau

Chief Executive Officer IESR, Fabby Tumiwa, menyampaikan, peta jalan dekarbonisasi industri adalah strategi penting untuk mewujudkan ambisi pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden Prabowo.

"Tanpa transisi dari energi fosil, ambisi ini sulit tercapai di tengah ketatnya standar emisi global untuk perdagangan internasional dan permintaan pasar produk yang rendah emisi," ujar Fabby.

Fabby mengatakan, implementasi peta jalan tidak hanya memastikan produk Indonesia berdaya saing di pasar ekspor, tetapi juga menarik investasi baru, meningkatkan produktivitas, menekan biaya operasional, serta memperkuat kemandirian energi melalui pemanfaatan energi terbarukan.

"Dampak lainnya dari industri yang minim emisi adalah dapat membuka jalan bagi berkembangnya industri manufaktur hijau dan penciptaan lapangan kerja baru,” ujarnya.

Baca Juga: Melalui Ini, Pemerintah Tunjukkan Keseriusan Transformasi Industri Hijau

Sementara itu, Country Director WRI Indonesia, Nirarta Samadhi, menekankan bahwa keberhasilan peta jalan bertumpu pada tiga pilar utama. Pertama, energi dan material rendah karbon yang terjangkau dan andal. Kedua, pendanaan dan insentif hijau untuk mendorong transformasi industri, seperti taksonomi hijau, carbon pricing, skema pembiayaan inovatif.

Ketiga, kebijakan dan regulasi terpadu yang memberi arah dan menciptakan iklim mendukung seperti standar emisi, label produk hijau, pasar domestik produk rendah karbon.

"Capaian ini hanya bisa dicapai apabila kita membangun sebuah ekosistem industri hijau yang menyeluruh, di mana energi, pembiayaan, serta regulasi berjalan saling mendukung,” ujar Nirarta.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: