Pasca Keracunan MBG, Peneliti INDEF Ungkap Sentimen Negatif pada BGN dan Positif pada Pekerja SPPG
Kredit Foto: Istimewa
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) menuai kritik tajam publik setelah ribuan siswa di berbagai daerah dilaporkan mengalami gejala keracunan makanan. Berdasarkan riset Big Data yang dilakukan oleh tim INDEF, Wahyu Tri Utomo dkk, kasus keracunan massal ini menjadi salah satu isu yang paling banyak diperbincangkan di media sosial sepanjang September 2025.
Data yang dihimpun dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan hingga akhir September 2025 tercatat 8.649 anak mengalami gejala keracunan akibat konsumsi makanan dari program MBG. Temuan laboratorium menyebut adanya kontaminasi Salmonella dan Bacillus cereus pada sejumlah sampel makanan.
Keracunan diduga kuat disebabkan oleh proses pengolahan, penyimpanan, dan penyajian yang tidak memenuhi standar kebersihan dan keamanan pangan.
Berikut sebaran kasus di berbagai provinsi:
- Jawa Barat: 3.554 kasus
- Yogyakarta: 1.047 kasus
- Jawa Tengah: 1.078 kasus
- Jawa Timur: 330 kasus
- Lampung: 392 kasus
- Bengkulu: 539 kasus
- Kalimantan Utara: 31 kasus
- Kalimantan Barat: 31 kasus
- Jakarta: 92 kasus
- Kepulauan Riau: 14 kasus
- Kalimantan Timur: 5 kasus
- Maluku: 72 kasus
- Nusa Tenggara Barat: 165 kasus
- Nusa Tenggara Timur: 316 kasus
- Papua Barat: 13 kasus
- Riau: 46 kasus
- Sulawesi Tengah: 313 kasus
- Sulawesi Selatan: 473 kasus
- Sulawesi Tenggara: 73 kasus
- Sulawesi Barat: 10 kasus
Sorotan Tajam ke Struktur Kepemimpinan BGN
Selain persoalan keamanan pangan, riset INDEF juga mencatat tingginya kritik terhadap pimpinan BGN. Publik menilai banyak pejabat di lembaga tersebut tidak memiliki latar belakang pendidikan atau pengalaman di bidang gizi dan kesehatan, sehingga diragukan kapasitasnya dalam mengelola program sebesar MBG.
Ketiadaan figur ahli gizi di posisi strategis BGN menjadi salah satu alasan utama mengapa netizen menilai lembaga ini tidak siap menghadapi krisis keamanan pangan yang terjadi belakangan ini.
Berbeda dengan citra negatif BGN, para pekerja dari Satuan Pelaksana Pangan Gizi (SPPG) justru mendapatkan dukungan positif dari netizen. Mereka dianggap tetap bekerja keras di tengah situasi sulit, dengan banyak warganet memuji kekompakan serta rasa makanan yang dinilai “enak dan bergizi”.
Hal ini menunjukkan bahwa publik dapat membedakan antara kinerja teknis lapangan dengan kepemimpinan di level kebijakan.
Analisis Big Data terhadap 444.934 percakapan di X dan TikTok periode 1-27 September 2025 menunjukkan bahwa sentimen terhadap BGN dan MBG didominasi oleh nada negatif.
Pada awal masa pemerintahan Prabowo-Gibran, masyarakat sempat menaruh harapan tinggi pada MBG sebagai program prioritas nasional untuk memperbaiki gizi anak sekolah. Namun, gelombang kasus keracunan membuat kepercayaan publik menurun drastis.
Selain itu, muncul pula kekhawatiran baru terkait potensi korupsi dalam pengadaan dan distribusi makanan, yang memperburuk persepsi masyarakat terhadap BGN.
Warganet membandingkan program MBG dengan sektor penerbangan atau kereta api yang berorientasi zero accident, karena keduanya sama-sama menyangkut keselamatan manusia. Mereka menilai, pemerintah seharusnya memiliki standar keamanan pangan yang ketat agar tidak ada lagi anak-anak yang menjadi korban.
Dengan meningkatnya tekanan publik, sejumlah pihak menilai BGN perlu segera melakukan evaluasi menyeluruh, mulai dari aspek kelembagaan, proses produksi, hingga pengawasan rantai pasok makanan.
Publik juga menyerukan agar pemerintah meninjau ulang komposisi pimpinan BGN dengan menempatkan profesional dari bidang gizi, kesehatan masyarakat, dan keamanan pangan di posisi strategis.
Selain itu, transparansi penggunaan anggaran MBG juga menjadi tuntutan masyarakat untuk mencegah penyimpangan yang berpotensi memperburuk citra program.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement