Kredit Foto: Youtube
Penerimaan kepabeanan dan cukai hingga akhir September 2025 tercatat mencapai Rp221,3 triliun, atau 73,4% dari target APBN. Angka tersebut tumbuh 7,1% secara tahunan (year-on-year), ditopang oleh peningkatan kinerja bea keluar dan cukai, sementara bea masuk masih mengalami penurunan.
"Sampai dengan akhir September 2025 penerimaan kepabeanan dan cukai kita Rp221,3 triliun. Ini tumbuh 7,1 persen dibandingkan tahun lalu," jelas Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam Konferensi Pers APBN Kita edisi Oktober 2025, dikutip Jumat (17/10/2025).
Secara rinci, penerimaan cukai mencapai Rp163,3 triliun atau 73,4% dari target APBN, tumbuh 4,6% dibanding tahun lalu. Kenaikan ini terjadi meskipun produksi hasil tembakau (CHT) menurun 2,9%.
"Dibandingkan tahun lalu pertumbuhannya 7,1 persen, kalau kita lihat komponennya cukai itu meningkat Rp163,3 triliun, 4,6 persen di atas tahun lalu meskipun produksi CHT itu menurun sebesar 2,9 persen. Tapi penerimaan cukainya masih bisa dijaga," jelas Suahasil.
Baca Juga: Purbaya Perintahkan Bea Cukai Tangkap Importir Ilegal, Tegaskan Tak Ada yang Boleh 'Main-main'
Penerimaan bea keluar tercatat sebesar Rp21,4 triliun, meningkat tajam 74,8% dibanding periode yang sama tahun lalu. Lonjakan ini dipicu oleh kenaikan harga crude palm oil (CPO), meningkatnya volume ekspor sawit, serta kebijakan ekspor konsentrat tembaga.
"Kedua, biaya keluar Rp21,4 triliun ini adalah meningkat 74,8 persen dibandingkan tahun lalu karena ada kenaikan harga CPO, ada kenaikan volume ekspor sawit, dan juga kebijakan ekspor konsentrat tembaga. Jadi biaya keluar kita juga meningkat. Biaya masuk Rp36,6 triliun per akhir September ini adalah 4,6 persen di bawah tahun lalu," jelas Suahasil.
Baca Juga: Ahok: Jangan Harap Lapangan Kerja Tumbuh Tanpa Bersihkan Pajak dan Bea Cukai
Sementara itu, bea masuk terkumpul sebesar Rp36,6 triliun, turun 4,6% secara tahunan. Penurunan tersebut disebabkan penurunan tarif bea masuk, komoditas pangan, dan pemanfaatan perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang menurunkan tarif impor.
"Ini adalah karena penurunan tarif biaya masuk, ada juga efek dari biaya masuk komoditas pangan, dan juga banyak sekali perdagangan yang mengutilisasi free trade agreement dengan tarif biaya masuk yang lebih rendah," jelas Suahasil.
Baca Juga: Kontribusi Industri Minyak Sawit Atasi Masalah Kemiskinan Dunia
Baca Juga: Revitalisasi Peran Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat
Berdasarkan data yang dipaparkan Suahasil, capaian penerimaan ini juga didukung tren positif penerimaan bulanan sepanjang 2025, dengan puncak realisasi terjadi pada Maret dan Mei masing-masing di atas Rp25 triliun.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ida Umy Rasyidah
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement