Kredit Foto: Istimewa
Malam puncak sayembara Onduline Green Roof Award (OGRA) 2025, sebagai bagian dari rangkaian Jakarta Architecture Festival (JAF) 2025) diselenggarakan pada Jumat, 17 Oktober 2025 di Blok M Hub, Jakarta Selatan.
Acara ini jadi momentum apresiasi bagi para arsitek Indonesia dan terus mendorong transformasi praktik pembangunan menuju pendekatan yang lebih sadar lingkungan.
Diselenggarakan oleh PT Onduline Indonesia dan berkolaborasi dengan IAI Jakarta, OGRA 2025 mengusung semangat inovasi arsitektur berkelanjutan dan ekspresi desain yang menempatkan atap bukan hanya sebagai pelindung, melainkan juga sebagai identitas dan refleksi karakter bangunan.
Esther Pane, Country Director PT Onduline Indonesia, pada sambutannya mengatakan sejak pertama kali diluncurkan pada 2013, OGRA merupakan bentuk komitmen Onduline untuk mendukung para arsitek dalam menciptakan solusi desain yang berkelanjutan.
Baca Juga: Atelier Riri Rayakan 15 Tahun Perjalanan Lewat Pameran Arsitektur 'A Life Less Ordinary'
“Mewakili PT Onduline Indonesia, kami ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada IAI Jakarta untuk terselenggaranya OGRA 2025. Ini pertama kalinya kita berkolaborasi dengan IAI, khususnya IAI Jakarta. Terima kasih, untuk semua kerja kerasnya membantu kita bahkan sampai menetapkan topiknya yang berjudul "Expressive Roofing: Beyond Shelter Towards Identity", itu adalah hasil kolaborasi kita dengan IAI Jakarta,” ujar Esther.
Kemudian, Esther juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para partisipan yang telah menembus rekor baru bagi Onduline. Menurutnya semua hasil karya peserta pada sayembara OGRA 2025 tidak ada yang dibuat dengan asal-asalan, artinya menurut Esther ketika proses kurasi di setiap desain tersebut, expressive roofing-nya kelihatan, para peserta menggunakan pendekatan desain yang sangat bertanggungjawab.
“Narasinya, konsepnya, perhitungannya, dan inilah yang berusaha kami lakukan sebagai bagian dari Onduline. Profesi kita sebagai seorang arsitek bukan sekadar menghasilkan karya yang bagus dan dikenal, tetapi karya yang bertanggung jawab terhadap lingkungan, sosial, dan ekologi,” jelas Esther.
Selanjutnya pada kesempatan yang sama, Ar. Teguh Aryanto, IAI, Ketua IAI Jakarta antusias menyambut kolaborasi ini sebagai ajang para anggota IAI Jakarta meningkatkan dan mengasah keterampilan dalam mendesain.
“Karena kan kalau kita mendesain atas pesanan klien, biasanya enggak bisa terlalu ekspresif, enggak bisa terlalu inovatif. Kadang dibatasi budget, kadang dibatasi oleh keinginan klien. Nah, kalau dengan sayembara, biasanya arsitek lebih semangat karena merasa bisa lebih explore, lebih inovatif tanpa dibatasi oleh hal-hal yang memang tidak perlu. Kadang karena itulah arsitek membutuhkan banyak mengikuti sayembara," kata Teguh.
Arsitek yang terkenal mengembangkan konsep Tuju Arteri Pods ini memaparkan bahwa IAI Jakarta pada periode ini memiliki tagline, ‘Arsitek untuk Semua'. Artinya, menurut Teguh, arsitek diperuntukan bagi semua golongan dan memastikan bahwa karya arsitektur harus bersifat inklusif, tidak hanya untuk satu golongan tertentu. Memastikan bahwa kaum disabilitas pun harus kita bisa akomodir. Mereka memiliki hak yang sama untuk bisa menikmati Kota Jakarta.
“Kemudian karya yang partisipatif, artinya kita harus memastikan juga karya-karya arsitek itu hasil dari partisipasi atau hasil dari mendengar. Ya, kita tidak bisa egois memikirkan keinginan arsitek, ‘saya mau begini-begini,’ tanpa mendengarkan apa sebetulnya yang warga inginkan atau klien inginkan,” ujar Teguh.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Belinda Safitri
Tag Terkait:
Advertisement