Kredit Foto: Uswah Hasanah
Di tengah perdebatan publik soal makna Corporate Social Responsibility (CSR) di sektor sawit, PT Gunung Sejahtera Dua Indah (GSDI) dan PT Gunung Sejahtera Yoli Makmur (GSYM), bagian dari PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), menunjukkan bahwa tanggung jawab sosial tidak berhenti di laporan tahunan. Melalui empat pilar yakni pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan infrastruktur, perusahaan mengupayakan perubahan nyata di desa-desa sekitar perkebunan.
Heru Tri Oktavianto, Asisten CSR GSDI-GSYM, menuturkan bahwa perusahaan mengelola 13 sekolah binaan di sejumlah desa.
“Kami memberi honor guru, membantu infrastruktur sekolah, hingga mengadakan pelatihan peningkatan kualitas guru. Kami ingin guru-guru desa bisa menerapkan praktik baik seperti di sekolah-sekolah unggulan,” ujar Heru kepada Warta Ekonomi di sela-sela agenda Talk to The CEO, dikutip Jumat (7/11/2025).
Salah satu fokus utama CSR di bidang pendidikan adalah program Adiwiyata, sekolah berwawasan lingkungan. Menurut Heru, masih banyak masyarakat yang salah paham dengan konsep ini.
“Banyak yang mengira sekolah Adiwiyata itu mahal. Padahal tidak. Justru kami ingin mengubah paradigma bahwa aksi lingkungan itu murah dan bisa dilakukan siapa saja,” ujarnya.
Heru mencontohkan, dalam program lingkungan, perusahaan melarang penggunaan pot plastik dan paku untuk menanam pohon. “Kami buat pot dari barang bekas, kumpulkan kertas untuk daur ulang, dan ajarkan konservasi energi dan air. Kami bahkan punya sistem pemanenan air hujan untuk menyiram tanaman,” katanya.
Selain di sekolah internal, CSR juga menjangkau sekolah eksternal. PT GSDI-GSYM memberikan bantuan tong sampah berbahan daur ulang, alat kebersihan, dan dukungan kegiatan lingkungan.
“Kami ingin sekolah luar pun bisa meniru praktik baik sekolah binaan kami,” ujar Heru.
Di bidang kesehatan, perusahaan menjalankan program pemberian makanan tambahan bagi balita dan ibu hamil di sekitar posyandu desa. Program ini dilakukan bersama pemerintah daerah dalam rangka pencegahan stunting.
“Kami bantu alat timbang bayi dan papan nama posyandu. Semua berkoordinasi dengan perangkat desa dan puskesmas,” jelasnya.
Baca Juga: AALI Luncurkan Varietas Tahan Penyakit untuk Sawit Nasional
Sementara itu, pada pilar ekonomi, perusahaan membentuk kelompok tani berdasarkan kebutuhan masyarakat. Program pertanian hidroponik dan penanaman hijau menjadi contoh kegiatan yang disusun melalui observasi dan partisipatory meeting.
“Kami tidak asal memberi bantuan, tapi memetakan dulu kebutuhan masyarakat. Kalau memang butuh hidroponik, kami bantu alat dan pendampingannya,” katanya.
Heru menjelaskan bahwa pelaksanaan CSR bersifat dinamis dan disesuaikan dengan hasil musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbang). “Dinamis ya (jumlah dananya), biasanya kami ajukan program pada Oktober, setelah hasil Musrenbang keluar. Karena itu, anggaran CSR bisa naik-turun setiap tahun tergantung kebutuhan lintas sektor,” ujarnya.
Menurutnya, tantangan utama pelaksanaan CSR bukan hanya soal anggaran, tetapi meyakinkan masyarakat agar memahami proses dan mekanisme pengajuan bantuan.
“Kami harus verifikasi dulu setiap proposal, by name, by address. Kadang masyarakat ingin cepat, padahal prosesnya harus transparan,” ungkapnya.
Meski begitu, Heru menegaskan bahwa respon masyarakat terhadap program CSR cukup positif. Sekolah-sekolah eksternal justru menyambut kehadiran tim CSR karena merasa lebih dekat dibanding program pemerintah.
“Kami tidak menggantikan peran pemerintah, tapi melengkapi. Kami fokus di wilayah operasional perusahaan,” tegasnya.
Heru menambahkan, sebagian besar siswa di sekolah internal adalah anak karyawan perusahaan. Dari 660 siswa, hanya 79 yang berasal dari masyarakat sekitar. “Kami tetap membuka ruang bagi masyarakat, tapi kapasitas sekolah terbatas,” katanya.
Kendala lapangan pun kerap muncul, seperti akses jalan berlumpur saat musim hujan atau jarak antardesa yang jauh. Namun, Heru menilai itu bagian dari tanggung jawab sosial yang harus dijalani.
“CSR itu bukan sekadar proyek, tapi komitmen jangka panjang. Kami ingin masyarakat melihat bahwa keberadaan perusahaan membawa manfaat nyata,” tutupnya.
Tradisi Lokal dan Upaya Jaga Harmoni Sosial
Menjalankan Corporate Social Responsibility (CSR) di wilayah dengan keragaman adat dan keyakinan menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan. Hal ini diakui oleh Dedi Romanda, Asisten Sustainability – CSR PT SINP–PBNA, yang juga merupakan anak usaha PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI), harus menyeimbangkan antara program pembangunan dan pelestarian budaya masyarakat lokal.
Menurut Dedi, perusahaan beroperasi di sejumlah kecamatan dengan karakter adat kuat, terutama di Arut Utara Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah. Wilayah itu masih mempertahankan identitas dan kepercayaan lokal seperti Hindu Kaharingan, yang berorientasi pada keseimbangan alam.
“Perusahaan harus berjalan seiring dengan tradisi masyarakat. Kami tidak ingin kemajuan menghapus budaya yang telah mereka jaga turun-temurun,” ujarnya.
Selama empat tahun bertugas di wilayah tersebut, Dedi yang juga putra daerah setempat, berperan sebagai jembatan antara perusahaan dan masyarakat adat. Ia menuturkan bahwa kehadiran perusahaan sempat memicu kekhawatiran, namun pendekatan kultural menjadi kunci penerimaan.
“Awalnya mereka menolak karena trauma tambang emas yang memakan korban. Setelah kami ajak berdialog dan memberi contoh manfaat sawit, mereka mulai terbuka,” katanya.
Sebelum mengenal perkebunan sawit, banyak warga Arut Utara bergantung pada tambang emas tradisional yang rawan longsor. Kini, mereka beralih ke pertanian kelapa sawit melalui program kemitraan dan plasma.
“Dulu masyarakat tidak punya bibit unggul dan modal besar. Sekarang mereka bisa menanam kembali dengan bibit berkualitas dan hasilnya jauh lebih baik,” jelas Dedi.
Perubahan itu turut memicu perbaikan ekonomi dan akses pendidikan. Dedi menyebut, wilayah yang dulu hanya bisa dijangkau lewat perahu kini memiliki jalur darat hasil kerja sama pembangunan infrastruktur.
“Kalau dulu perjalanan bisa empat hari lewat sungai, sekarang bisa lewat darat. Anak-anak juga bisa sekolah lebih tinggi,” ujarnya.
Baca Juga: AALI Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Lewat Digitalisasi Operasional dan Presisi Panen
Selain bidang ekonomi, perusahaan juga fokus pada program kesehatan berbasis komunitas. Salah satunya pemberian makanan tambahan untuk balita dan lansia, serta dukungan terhadap Posyandu.
“Masyarakat lokal menghargai pengobatan medis tanpa meninggalkan kearifan tradisional. Mereka masih memakai obat herbal seperti akar bajakah, tapi juga percaya pentingnya dokter,” katanya.
Dedi menambahkan, pendekatan komunikasi menjadi kunci keberhasilan CSR di daerah dengan struktur sosial adat.
“Kalau masyarakat diajak bicara dan dilibatkan dalam solusi, mereka menerima dengan terbuka. CSR bagi kami bukan sekadar kewajiban, tapi juga ladang amal,” ucapnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri
Advertisement