Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wamenperin: Industri Baja Nasional Terlalu Fokus pada Konstruksi, Pasar Otomotif Dikuasai Impor

Wamenperin: Industri Baja Nasional Terlalu Fokus pada Konstruksi, Pasar Otomotif Dikuasai Impor Kredit Foto: Krakatau Steel
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza, menyoroti lemahnya diversifikasi produk industri baja nasional. Menurutnya, sebagian besar produsen baja di dalam negeri masih terpaku pada pasar konstruksi dan infrastruktur, sementara sektor-sektor bernilai tambah tinggi seperti otomotif justru dibiarkan dikuasai produk impor.

“Sebagian besar produsen baja nasional masih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan sektor konstruksi dan infrastruktur yang selama ini menjadi pasar utama. Akibatnya, pengembangan produk baja untuk sektor lain yang memiliki nilai tambah tinggi masih relatif terbatas,” ujar Faisol dalam Rapat Kerja dan RDP bersama Komisi VI DPR RI, Senin (10/11/2025).

Ia menjelaskan, sektor-sektor seperti otomotif dan alat berat membutuhkan baja dengan spesifikasi khusus — seperti alloy steel atau special steel — yang memiliki potensi pasar besar, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Baca Juga: Kemenperin Dorong Industri Padat Karya Semakin Kompetitif Lewat KIPK

Selain minimnya diversifikasi produk, Faisol juga menyoroti rendahnya adopsi teknologi modern di kalangan produsen baja nasional.

“Kondisi ini memengaruhi kualitas dan biaya produksi, sehingga menjadi hambatan dalam upaya menuju industri baja yang berdaya saing, berkelanjutan, dan berstandar global,” ujarnya.

Kondisi tersebut, lanjut Faisol, menciptakan kesenjangan besar antara produksi baja nasional dan kebutuhan dalam negeri. Akibatnya, banyak produsen baja lokal beroperasi di bawah kapasitas bahkan terpaksa menghentikan sebagian produksinya.

“Gap antara konsumsi baja dan produksi nasional sangat besar. Sekitar 55 persen kebutuhan baja nasional diisi oleh produk impor, dan mayoritas berasal dari Tiongkok,” tambahnya.

Baca Juga: Kemenperin Akui Terjadi Banjir Impor pada Industri Tekstil

Padahal, industri logam dasar merupakan salah satu penyumbang investasi terbesar di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sepanjang Januari–September 2025, investasi di sektor industri pengolahan logam dasar dan barang logam (bukan mesin dan peralatannya) mencapai Rp196,4 triliun.

“Nilai investasi tersebut menunjukkan potensi dan peran strategis industri baja dalam mendukung pembangunan nasional dan pertumbuhan ekonomi,” imbuhnya.

Secara global, Indonesia menempati peringkat ke-14 dunia dalam produksi baja pada 2024 dengan total output mencapai 18 juta ton, naik 110 persen dibanding 2019. Untuk konteks global, total produksi baja kasar dunia pada tahun yang sama mencapai 1,884 miliar ton, di mana Tiongkok mendominasi dengan 1,005 miliar ton (53,3%), disusul India sebesar 149,4 juta ton (7,9%).

Lebih jauh, Faisol memaparkan bahwa kinerja perdagangan sektor baja nasional terus menunjukkan tren positif. Setelah sempat mengalami defisit pada periode 2020–2022, sektor ini kini mencatat surplus neraca perdagangan sejak 2023.

Baca Juga: Industri Tekstil Kontraksi, Kemenperin Akui Lonjakan Impor Produk Hilir

Hingga September 2025, ekspor baja dan turunannya mencapai 17,855 juta ton, sementara impor sebesar 11,942 juta ton, sehingga tercatat surplus 5,943 juta ton. Lima negara utama tujuan ekspor produk baja Indonesia antara lain Tiongkok, Taiwan, India, Australia, dan Vietnam.

Adapun sejumlah eksportir baja terbesar di Indonesia meliputi PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Krakatau Posco, Dexin Steel Indonesia, Tata Metal Lestari, serta Indonesia Qingshan Stainless Steel.

Faisol menambahkan, pemerintah sebetulnya telah menyiapkan sejumlah kebijakan untuk memperkuat daya saing dan kemandirian industri baja nasional. 

Baca Juga: Kemenperin Berkomitmen Pastikan Kegiatan Industri Sesuai Prinsip Public Safety

“Pemerintah fokus pada perlindungan terhadap unfair trade, penerapan SNI dan S&E wajib, jaminan pasokan energi dan bahan baku, peningkatan TKDN, serta pemberian insentif fiskal dan investasi,” pungkasnyHil

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: