CEO INA: Membaca Peluang Asia melalui Pengamatan Detail, bukan Sekadar Angka Rata-Rata
Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
CEO Indonesia Investment Authority (INA), Ridha Wirakusumah, menyampaikan pandangan strategis tentang lanskap investasi Asia dalam diskusi plenary Board of Changemakers: A New Asia di FII Priority Asia Summit, yang berlangsung di Tokyo kemarin.
INA turut hadir dalam forum yang dikurasi dan dihadiri pemimpin institusi global di sektor perbankan, investasi institusional, industri strategis, teknologi frontier, dan pemerintahan, termasuk pimpinan dana kelolaan besar, serta pengarah kebijakan di kawasan Asia.
Dalam sesi tersebut, Ridha menekankan bahwa memahami Asia tidak dapat bertumpu pada angka rata-rata saja. Asia adalah kawasan dengan spektrum dinamika yang sangat luas, sehingga peluang terbaik bagi institusi dan investor ada pada kemampuan membaca detail implementasi, lalu mengeksekusinya secara efisien dan bernilai jangka panjang.
Menurutnya, data agregat sering kali menutupi realitas yang lebih penting dan sumber peluang investasi terbesar berada pada keragaman, ketimpangan, dan detail mikro di setiap wilayah.
“Asia akan tumbuh pesat. Namun, potensi pertumbuhan itu tidak bisa dibaca hanya dari headline. Pemahaman kondisi ekonomi global, khususnya di Asia, harus dimulai dari pengamatan detail karena setiap negara dan bahkan wilayah di dalamnya bergerak dengan dinamika yang berbeda,” ujar Ridha.
Bagi Ridha, kunci untuk menavigasi kompleksitas kawasan ini adalah dengan mengadopsi ketelitian tingkat tinggi dalam eksekusi. Ia secara spesifik menyoroti budaya Jepang sebagai pelajaran penting.
“Ketelitian terhadap detail kecil, disiplin operasional, dan kecermatan dalam eksekusi strategi besar adalah syarat mutlak. Institusi dan investor yang mampu melihat makro versus mikro dan mengeksekusinya dengan ketelitian yang sama kuatnya akan meraih peluang besar,” tegasnya.
Penekanan pada detail mikro ini terbukti relevan, terutama saat Ridha memaparkan data mengenai kesenjangan modernisasi infrastruktur. Ia mencontohkan ekosistem pergudangan yang menunjukkan lebar jurang perbedaan di Asia.
“Jepang memiliki sekitar 30 juta meter persegi gudang modern. Di Indonesia, volumenya relatif serupa, tetapi porsi gudang yang tergolong modern masih relatif kecil. Bahkan, hanya sebagian kecil fasilitas yang memiliki standar keselamatan dasar seperti water sprinkler,” paparnya.
Menurutnya, data ini bukan untuk menyimpulkan keterbelakangan, tetapi untuk menegaskan bahwa modernisasi Asia menyimpan tumpukan peluang investasi pada infrastruktur industri dan rantai pasok.
Dalam isu energi dan perubahan iklim, Ridha kembali menekankan pentingnya fokus yang detail. Meskipun kebutuhan energi akan melonjak drastis karena adopsi teknologi frontier seperti AI, Asia tetap memerlukan bauran energi yang adil.
“Perubahan sistemik membutuhkan pembiayaan, teknologi, dan fokus yang tepat. Solusi seperti potensi panas bumi di Indonesia dan Jepang hanya dapat diperluas secara lebih adil ketika pembiayaan dan teknologi bekerja bersama, mengangkat kesejahteraan lintas kawasan, termasuk mereka yang masih tertinggal,” katanya.
Ridha menjelaskan bahwa INA hadir untuk mengisi celah eksekusi tersebut, bermitra dengan institusi global untuk membangun dan membenahi infrastruktur di Indonesia.
“INA hadir bukan hanya sebagai penyedia modal, tetapi sebagai partner eksekusi pembangunan contohnya, bekerja bersama dalam membangun gudang modern, meningkatkan efisiensi logistik, dan mempercepat modernisasi industri,” jelas Ridha.
Dengan bermitra bersama sekitar 15 mitra global dan menyelesaikan lebih dari 20 kesepakatan dalam empat tahun, Ridha mengakui bahwa upaya ini “barely scratched the surface”.
Menurut Ridha, setidaknya ada tiga prinsip INA sebagai panduan operasional. Pertama, yakni trust berbasis mutual respect. Kedua, pengukuran impact investasi secara disiplin. Terakhir yaitu execution yang kuat untuk mengurangi pemborosan (waste reduction) dan menciptakan nilai jangka panjang.
“Ketiga prinsip ini harus diterapkan untuk memastikan modal dan teknologi menghasilkan dampak yang efisien dan bernilai jangka panjang bagi generasi mendatang. Membenahi Asia tidak berhenti pada satu lompatan besar, tetapi melalui detail eksekusinya,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement