Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Resmi: Produksi Minyak Nasional November 2025 Sentuh 606 Ribu Barel, Ini Target Baru Tahun 2026

Resmi: Produksi Minyak Nasional November 2025 Sentuh 606 Ribu Barel, Ini Target Baru Tahun 2026 Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Bogor -

Produksi minyak bumi nasional hingga November 2025 tercatat mencapai 606 ribu barel per hari. Capaian ini melampaui tipis target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar 605 ribu barel per hari.

Capaian positif tersebut dilaporkan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung dalam Rapat Koordinasi Dukungan Bisnis (Rakor Dukbis) Satuan Kerja Khusus Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) di Sentul, Bogor, pada Rabu (3/12/2025).

"Jadi kami melihat apa yang diupayakan berdasarkan konsolidasi yang dilakukan pada tahun 2024 yang lalu, ini menunjukkan hasil yang cukup signifikan. Jadi capaian ini merupakan capaian kita bersama," ujar Yuliot.

Baca Juga: Dirjen Migas Bongkar Sebaran Cadangan Minyak RI, Ternyata Masih Didominasi Wilayah Ini

Melihat kebutuhan energi yang terus meningkat, Pemerintah segera menetapkan target peningkatan produksi minyak yang lebih tinggi. Untuk tahun 2026, target produksi minyak ditetapkan sebesar 610.000 barel per hari. Peningkatan ini merupakan bagian dari target yang lebih besar, di mana Pemerintah menargetkan peningkatan produksi minyak rata-rata sebesar 100 ribu barel per hari dalam lima tahun ke depan.

Secara gradual, target produksi akan terus dinaikkan hingga mencapai sekitar 1 juta barel per hari pada tahun 2030, dengan rincian target sebagai berikut: 700.000 barel per hari di 2027, 800.000 barel per hari di 2028, dan 900.000 barel per hari di 2029.

"Tentu kita berusaha untuk bagaimana secara gradual peningkatan produksi ini bisa kita lakukan sampai dengan pada tahun 2030 mencapai sekitar 1 juta barel per hari," sambungnya.

Untuk mencapai target ambisius tersebut, Pemerintah menyiapkan tiga strategi utama, yaitu percepatan perizinan, penyelesaian ketersediaan lahan, dan penguatan keamanan.

Baca Juga: Harga Minyak Turun Tipis, Investor Khawatirkan Pasokan Lebih Besar

Dari sisi perizinan, langkah yang disiapkan antara lain menyederhanakan proses dan mendorong koordinasi yang lebih erat antar Kementerian/Lembaga (K/L).

Kemudian, untuk isu ketersediaan lahan, Pemerintah akan aktif membantu menyelesaikan masalah lahan untuk kegiatan onshore, termasuk Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) dan kompensasi hak atas tanah, melalui kerja sama dengan K/L terkait (Kementerian Kehutanan dan Kementerian ATR/BPN).

Sementara dari sisi keamanan, pemerintah mengusulkan kegiatan hulu migas masuk dalam Objek Vital Nasional (Obvitnas) yang pengawalannya akan dilakukan oleh TNI dan Polri.

Rasa optimisme mencapai target peningkatan produksi juga didukung oleh besarnya potensi cadangan migas di Indonesia. Yuliot mengungkapkan bahwa dari sekitar 128 cekungan yang dimiliki Indonesia, baru sekitar 20 cekungan yang diusahakan. Artinya, masih ada potensi sekitar 108 cekungan lagi yang belum digarap dan menyimpan potensi minyak yang cukup besar.

Baca Juga: Kejar Lifting 2026, Rakor Dukbis SKK Migas Tekankan Reformasi Perizinan dan Efisiensi Rantai Suplai

"Jadi berdasarkan potensi cekungan itu, kita perlu melakukan konsolidasi (petakan) mana yang prioritas dari potensi cekungan yang ada dan kita lengkapi data-datanya," jelasnya.

Oleh karena itu, Pemerintah telah menugaskan Badan Geologi untuk mempercepat ketersediaan data, baik survei dua dimensi (2D), tiga dimensi (3D), dan eksplorasi, dengan menyiapkan anggaran yang cukup. Data ini diharapkan menjadi kelengkapan saat wilayah kerja ditawarkan kepada badan usaha, baik dalam bentuk konsorsium atau joint venture, dalam rangka optimalisasi potensi migas untuk ketahanan dan kecukupan energi domestik.

"Harapannya itu Bapak Ibu sekalian, pada saat wilayah kerja ini kita tawarkan kepada badan usaha, baik dalam rangka ini konsorsium ataupun dalam rangka joint venture, itu disilakan," tutup Yuliot.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: