- Home
- /
- New Economy
- /
- Energi
ESDM Temukan 23 Izin Tambang di Tiga Provinsi Terdampak Banjir dan Longsor
Kredit Foto: Dok. BPMI
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan terdapat 23 izin tambang yang berada di wilayah terdampak bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Izin tersebut meliputi empat pemegang Kontrak Karya (KK) dan 19 Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk komoditas logam.
“Ada total 23 (izin tambang), ada IUP (Izin Usaha Pertambangan), ada kontrak karya,” ujar Juru Bicara Kementerian ESDM, Dwi Anggia, ketika ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat, (5/12/2025)
Komoditas yang dikelola perusahaan-perusahaan tersebut mencakup emas, bijih besi, timbal, dan seng. Pemerintah menegaskan akan mengevaluasi seluruh izin yang dinilai berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan. “Pak Menteri (ESDM Bahlil Lahadalia) akan tegas mengevaluasi, akan memberi sanksi bagi yang merusak lingkungan,” kata Anggia.
Baca Juga: Menteri ESDM Beri Penjelasan Ihwal Aktivitas Tambang dan Penyebab Banjir Garoga, 'Saya Cek Kemarin'
Di Provinsi Aceh, tercatat satu kontrak karya komoditas emas yang izinnya diterbitkan pada 2018. Selain itu, terdapat tiga IUP emas yang mulai berlaku pada 2010 dan 2017, tiga IUP komoditas besi yang berlaku dalam rentang 2021–2024, serta tiga IUP komoditas bijih besi DMP dengan izin terbit 2011–2020. Provinsi ini juga memiliki dua IUP bijih besi lain yang berlaku sejak 2012 hingga 2018.
Satu kontrak karya yang beririsan antara Aceh dan Sumatera Utara juga terdata, dengan komoditas timbal dan seng yang mulai berlaku sejak 2018.
Di Sumatera Utara, dua KK emas DMP diterbitkan pada 2017 dan 2018. Sementara itu, satu IUP tembaga DMP mulai berlaku pada 2017.
Adapun di Sumatera Barat, terdapat empat IUP komoditas besi yang terbit pada 2019 dan 2020, satu IUP bijih besi yang berlaku sejak 2013, satu IUP timah hitam sejak 2020, dan satu IUP emas yang mulai berlaku pada 2019.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia memastikan pemerintah sedang melakukan evaluasi terhadap aktivitas pertambangan di tiga provinsi tersebut, menyusul dugaan bahwa kegiatan tambang turut memperparah dampak bencana.
“Di Sumatera Barat, di Aceh pun kita lagi melakukan pengecekan. Kalau di Sumut, tim evaluasi, kita lagi melakukan evaluasi,” ujar Bahlil.
Baca Juga: Tinjau Posko Pengungsian di Tapanuli Tengah, Bahlil Pastikan Akses Energi Segera Pulih
Bahlil menegaskan bahwa pemerintah akan bertindak tegas apabila ditemukan aktivitas pertambangan yang merusak lingkungan atau tidak mematuhi ketentuan teknis.
Sementara itu, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menilai rangkaian bencana banjir dan longsor di tiga provinsi tersebut bukan semata-mata fenomena alamiah, melainkan bencana ekologis.
Dalam pernyataannya, WALHI menyebut kerentanan lingkungan meningkat akibat masifnya deforestasi dan perubahan bentang alam yang difasilitasi oleh kebijakan pemerintah. Rentang 2016–2025, WALHI mencatat kehilangan hutan mencapai 1,4 juta hektar di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Kerusakan hutan tersebut berkaitan dengan aktivitas 631 perusahaan pemegang izin, mulai dari eksplorasi hutan seluas 268.177 hektar, Hak Guna Usaha (HGU) seluas 183.483 hektar, hingga izin tambang yang mencakup 25.832 hektar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement