Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

China Makin Agresif terhadap Jepang, Indonesia Didorong Kedepankan Netralitas

China Makin Agresif terhadap Jepang, Indonesia Didorong Kedepankan Netralitas Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kawasan maritim Asia Timur yang bersebelahan langsung dengan kawasan Asia Tenggara dimana Indonesia berada, saat ini sedang berada dalam kondisi tegang. Pasalnya, pernyataan Perdana Menteri Jepang, Sanae Takaichi, yang menganggap skenario serangan Republik Rakyat China (RRC) kepada Taiwan sebagai sebuah situasi ancaman bagi negaranya, direspons secara agresif oleh RRC. 

Upaya Jepang untuk mendinginkan suasana tidak digubris pihak RRC. Sebaliknya, RRC cenderung meningkatkan eskalasi ketegangan dengan melakukan berbagai manuver, termasuk meminta warganya untuk tidak berkunjung ke Jepang, pemberhentian impor makanan laut dari Jepang, serta melakukan berbagai aktivitas militer di dekat Kepulauan Senkaku yang berpotensi menambah runyam keadaan. 

Keadaan makin memanas seiring tindakan China mengunci radar pengendali tembakan pesawat tempur mereka ke arah pesawat Jepang di dekat kepulauan Okinawa. Beberapa pemerhati hubungan Internasional, pemerhati China, serta praktisi dan pakar pertahanan, berpandangan bahwa Indonesia harus tetap mengedepankan netralitas dalam menghadapi situasi di atas. 

Sementara itu, penting pula bagi Indonesia untuk meningkatkan kemampuan militer agar tetap siap menghadapi berbagai situasi. Dekan Fakultas Strategi Pertahanan (FSP) Universitas Pertahanan Republik Indonesia (Unhan RI), Mayor Jenderal TNI Dr. Oktaheroe Ramsi, mengakui bahwa kompleksitas keamanan di kawasan Asia Pasifik meningkat sebagai akibat dari rivalitas antara China dan Jepang yang sedang berlangsung. 

Peningkatan ketegangan itu berpotensi membawa implikasi penting bagi Indonesia, salah satunya karena baik di Taiwan maupun Jepang terdapat Warga Negara Indonesia (WNI) dalam jumlah cukup besar. 

Baca Juga: Lapor Xi Jinping, Trump Akhirnya Izinkan Ekspor Chip Nvidia ke China

“Di Taiwan misalnya, jumlah resmi penduduk asal Indonesia adalah sekitar 300.000 jiwa, tetapi terdapat juga WNI dengan status tidak legal di sana, dengan jumlah mencapai 400.000 jiwa,” tutur dia dalam diskusi “Menghadapi Risiko Eskalasi di Indo Pasifik: Strategi Indonesia Menjaga Kepentingan Nasional di Tengah Rivalitas China-Jepang,” yang diselenggarakan oleh FSP Unhan RI bersama dengan Forum Sinologi Indonesia (FSI), di Jakarta.

Implikasi lain yang berpotensi timbul adalah adanya gangguan jalur pelayaran strategis dan rantai pasok global serta potensi perluasan dinamika konflik menjadi konflik proksi di kawasan Asia Tenggara. 

Mayjen Oktaheroe menilai bahwa Indonesia harus tetap menjaga netralitas dengan berpegang pada prinsip non-blok, serta menjalin persahabatan dengan semua pihak. Ia pun mendorong agar Indonesia memanfaatkan peran sentral ASEAN sebagai stabilizer kawasan. 

Ia menjelaskan pentingnya Indonesia membangun postur pertahanan yang fleksibel dan berbasis ancaman, serta penyesuaian doktrin dan struktur organisasi untuk menghadapi rivalitas antara China dan Jepang. 

“Selama ini kita selalu menyebut bahwa terdapat musuh dari utara, tetapi utara yang mana? Itu masih belum jelas,” tuturnya. Ia juga menyebut perlunya Indonesia melakukan modernisasi alat utama sistem pertahanan (alutsista).

Diskusi ini dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Kerjasama Kelembagaan Inovasi dan Teknologi UnHan RI, Laksamana Muda TNI Buddy Suseto, S.E., M.Si (Han)., Ph.D itu, dihadiri pula Wakil Asisten Intelijen Panglima Tentara Nasional Indonesia (Waasintel TNI), Laksamana Pertama TNI Oka Wirayudhatama. 

Bertindak sebagai pembicara, Laksma Oka menjelaskan arti strategis Taiwan dalam kancah geopolitik di Asia Timur. 

“Lokasi Taiwan berada dalam ‘rantai pertahanan pertama’ pertahanan China dalam menghadapi kekuatan yang mungkin menyerang negara itu,” tuturnya. 

Pada sisi ekonomi, Taiwan dinilai memiliki arti yang sangat penting bagi rantai pasokan semikonduktor global. “Industri semikonduktor Taiwan memiliki kwalitas yang lebih baik dari China dan produk-produk negara lain,” paparnya. 

Sedangkan dari sudut pandang intelijen, Taiwan dipandang sebagai simpul aktivitas intelijen dan peringatan diri kawasan. “Taiwan adalah titik bagi kekuatan luar kawasan untuk mengamati China,” katanya.

Baca Juga: Bursa Asia Melemah, Investor Cermati Sinyal Kebijakan China dan Jepang

Laksma Oka pun mengamini adanya potensi dampak peningkatan eskalasi kawasan Asia Timur bagi Asia Tenggara dan Indonesia, khususnya karena Indonesia masih memiliki ketergantungan pada perdagangan dengan Jepang dan China, termasuk dengan Taiwan. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Belinda Safitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: