Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mengurai Jerat Impor LPG: Pemerintah Kaji Subsidi DME

Mengurai Jerat Impor LPG: Pemerintah Kaji Subsidi DME Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tengah mempercepat kajian mengenai Harga Pokok Produksi (HPP) Dimethyl Ether (DME) yang dihasilkan dari gasifikasi batu bara. 

Produk hilirisasi batu bara ini digadang sebagai kunci strategis untuk mensubstitusi Liquefied Petroleum Gas (LPG) yang kebutuhan nasionalnya terus meroket, dengan mayoritas dipenuhi melalui impor.

Kajian ini menjadi fokus utama menyusul adanya dorongan kuat dari berbagai pihak, termasuk BPI Danantara Indonesia, untuk mempertimbangkan opsi pemberian subsidi bagi DME batu bara.

Baca Juga: Gantikan LPG, Danantara Kaji Pemberian Subsidi ke DME Batu Bara

Potensi Pengalihan Subsidi LPG ke DME

Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, angkat bicara mengenai langkah strategis ini. Ia menegaskan bahwa penghitungan HPP DME menjadi krusial sebelum memutuskan skema dukungan finansial apa pun.

"Jadi untuk ini ya kita lagi memperhitungkan berapa HPP untuk DME, kalau memang itu ada subsidi itu kan juga merupakan pengalihan subsidi dari LPG yang ada saat ini," kata Yuliot di KESDM, Jakarta, Jumat (12/12/2025).

Sebelumnya, Senior Director Oil and Gas, Petrochemical BPI Danantara Indonesia, Wiko Migantoro, sebelumnya telah mengungkapkan bahwa pihaknya sedang mencermati skema pemberian subsidi bagi DME yang diproduksi dari batu bara. Opsi ini diajukan untuk menekan ketergantungan impor LPG nasional yang mencapai 6,8 juta KL per tahun.

Dalam forum Rembuk Energi dan Hilirisasi 2025 di Jakarta, Rabu (10/12/2025), Wiko menekankan bahwa subsidi adalah langkah vital untuk memastikan daya komersial DME agar mampu bersaing head-to-head dengan harga LPG di pasaran saat ini.

Baca Juga: Pertamina Gunakan Metode Sling Load untuk Percepat Pasokan LPG ke Bener Meriah

"Tentu saja di situ diperlukan banyak dukungan dari pemerintah ya, agar kelak harga dari DME ini bisa lebih kurang sama dengan LPG yang sekarang,” tegas Wiko.

Saat ini, kebutuhan LPG nasional mencapai 8,1 juta ton per tahun. Namun, produksi domestik hanya mampu menyuplai sekitar 1,3 juta KL per tahun, menciptakan kesenjangan impor sebesar 6,8 juta KL. Kesenjangan ini signifikan membebani neraca perdagangan dan alokasi subsidi energi dalam APBN.

Danantara juga mengkaji skema penerapan DME di masyarakat, mulai dari substitusi penuh hingga bertahap, yakni 20%, 40%, atau 50% dari volume LPG.

“Kita cari polanya nanti seperti apa. Toh sekarang LPG juga subsidi kan? LPG juga subsidi. Kalau gambarannya sih kira-kira nanti sama, masih akan memerlukan subsidi juga,” tambah Wiko, mengisyaratkan bahwa transisi energi ini kemungkinan tetap membutuhkan dukungan APBN.

Baca Juga: Pertamina Patra Niaga dan Masyarakat Gotong Royong Salurkan LPG Melintasi Jembatan Putus di Aceh

Kesiapan rantai pasok nasional untuk program konversi batu bara menjadi DME juga dipastikan. Wiko membeberkan bahwa Holding Industri Pertambangan RI, MIND ID, mendapat mandat untuk memproduksi bahan baku tersebut melalui anggotanya, PT Bukit Asam. Sementara itu, di sisi hilir, Pertamina menyatakan kesiapannya dalam distribusi.

"MIND ID sedang dicanangkan untuk membangun pabrik DME, Pertamina juga siap untuk partisipasi. Dan tentu saja sebagai marketing distribution-nya ada Pertamina yang saat ini sudah memiliki distribution channel SPBU sekitar 7.000 dengan retail-nya sampai 15.000,” tutup Wiko.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: