Pengembalian Pajak yang Seharusnya Tidak Terhutang (PPYSTT), Siapa yang Mengajukan Permohonan?
Oleh: Erhan Parasu, Penyuluh Pajak KPP Wajib Pajak Besar Tiga
Kredit Foto: Istimewa
Setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan nomor 81 Tahun 2024, terhadap kesalahan pembayaran tidak semuanya bisa dilakukan melalui proses Pemindahbukuan.
Sesuai Pasal 109 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan nomor 81 Tahun 2024, pembayaran yang tidak dapat diproses dengan Pemindahbukuan adalah pembayaran melalui Surat Setoran Pajak yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak yang tidak dapat dikreditkan, pembayaran atas penyetoran bea meterai atau pembayaran untuk penyetoran bea meterai dalam rangka pendistribusian meterai elektronik kepada badan usaha yang bekerja sama dengan Perum PERURI untuk melaksanakan pendistribusian meterai elektronik dan penjualan meterai tempel yang dilakukan oleh Pos Indonesia, pembayaran pajak yang kode billing-nya diterbitkan oleh sistem billing selain yang diadministrasikan Direktorat Jenderal Pajak, pembayaran pajak yang dianggap sebagai penyampaian Surat Pemberitahuan Masa, pembayaran pajak sebagai satu kesatuan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan, dan pembayaran pajak yang sudah diperhitungkan dengan pajak terutang dalam STP, SKPKB, SKPKBT, SKP PBB, STP PBB, Surat Pemberitahuan Pajak Terutang, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Persetujuan Bersama, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
Atas kesalahan pembayaran tersebut, Wajib Pajak dapat meminta haknya dengan mengajukan permohonan Pengembalian Pajak yang seharusnya tidak terutang (PPYSTT). PPYSTT adalah proses restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang menjadi hak Wajib Pajak.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Tegas Soal Pajak Baju Reject Ekspor: Masa Suruh Bayar Lagi? Rugi Lah!
Berdasarkan Pasal 122 PMK 81/2024, Permohonan PPYSTT dapat diajukan dalam beberapa kondisi antara lain pembayaran pajak yang bukan merupakan objek pajak atau seharusnya tidak terutang, kelebihan pembayaran pajak terkait Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI), kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak yang mengakibatkan jumlah pajak lebih besar dari yang seharusnya, pembayaran pajak atas transaksi yang dibatalkan (misalnya seperti pembatalan kontrak), pembayaran PPh Final bagi Wajib Pajak UMKM Orang Pribadi yang omzetnya di bawah Rp 500 juta, tetapi terlanjur membayar pajak dan setoran di muka bea meterai yang belum digunakan seluruhnya atau masih ada sisa saldo.
Terkait pengajuan permohonan PPYSTT banyak pertanyaan, siapakah pihak yang harus mengajukan permohonan PPYSTT ? Khususnya jika permohonan PPYSTT berhubungan dengan pemotongan/pemungutan PPN oleh Pemungut.
Misalkan PT X merupakan BUMN Pemungut PPN dan terdapat kesalahan pemungutan atas setoran PPN 411211-900 di Tahun 2024. PT X telah membuat billing PPN 41211-900 dan terdapat kesalahan NPWP atas nama rekanan A, padahal seharusnya rekanan B. Atas kode billing yang salah telah disetorkan, tidak ada transaksi maupun faktur pajak yang diterbitkan. PT X telah membayarkan kembali PPN 411211-900 berdasarkan faktur pajak dan NPWP rekanan yang benar yakni B. Sehingga terdapat pembayaran dobel dengan nilai yang sama, yakni atas nama rekanan A dan rekanan B.
PT X tidak sempat melakukan pemindahbukuan di Tahun 2024, sehingga pilihan yang ada saat ini adalah mengajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terhutang.
Atas kejadian tersebut, apakah PT X dapat mengajukan permohonan Pengembalian Pajak yang seharusnya terhutang (PPYSTT) ?
Dalam Pasal 130 ayat 5 Peraturan Menteri Keuangan nomor 81 Tahun 2024 dijelaskan jika kesalahan pemungutan PPN dilakukan oleh Pemungut PPN maka atas PPN yang seharusnya tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh pihak yang terpungut dengan mengajukan permohonan.
Jika PPN yang salah dipungut tersebut telah diperhitungkan dengan Pajak Keluaran oleh Pemungut PPN yang merupakan PKP, PPN tersebut dianggap telah diminta Kembali oleh pihak yang terpungut.
Perlu diketahui untuk kesalahan pemungutan PPN oleh Pihak Lain, pajak yang seharusnya tidak dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh Pihak Lain dengan mengajukan permohonan. Tetapi jika PPN yang salah dipungut oleh pihak lain belum dikreditkan sebagai Pajak Masukan, dibebankan sebagai biaya dan dikapitalisasi dalam harga perolehan dan SPT PPN pihak yang melakukan penyerahan sudah tidak dapat dibetulkan maka PPN yang salah pungut dipungut tersebut dapat diminta kembali oleh pihak yang terpungut dengan mengajukan permohonan.
Kembali ke permasalahan PT X, sesuai Pasal 123 dan 124 Peraturan Menteri Keuangan nomor 81 Tahun 2024, pembayaran pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terhutang atau yang seharusnya tidak terhutang dapat berupa pembayaran pajak yang lebih besar dari pajak yang terhutang, pembayaran atas transaksi yang dibatalkan, pembayaran pajak yang seharusnya tidak dibayar, maka pembayaran tersebut dapat diminta kembali oleh pihak pembayar yang bersangkutan dengan mengajukan permohonan.
Baca Juga: Viral Barang Diaspora untuk Korban Bencana Sumatra Dikenakan Pajak, Purbaya Bantah Keras!
Dengan demikian, maka yang dapat mengajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terhutang adalah Rekanan A. Penjelasannya adalah karena identitas NPWP yang tercantum dalam kode billing adalah NPWP atas nama rekanan A, sehingga atas pembayaran tersebut akan terekam sebagai data pembayaran pajak milik pihak Rekanan A.
Maka atas permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terhutang diajukan oleh Rekanan A ke Kantor Pelayanan Pajak dimana Rekanan A tersebut terdaftar. Tentunya sebelum hal tersebut dilakukan telah dilakukan perjanjian antara PT X dan Rekanan A melalui mekanisme business-to-business.
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang memproses permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terhutang dan pengembalian berdasarkan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sebagai tindak lanjut dari penerbitan SKPLB dilakukan ke rekening pihak yang namanya tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement