Kredit Foto: PT Pertamina Gas (Pertagas)
Pemerintah tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) yang akan berlaku mulai 2026. Evaluasi tersebut mencakup penyesuaian harga serta kepastian pasokan, di tengah kondisi penurunan produksi gas alam (natural decline) yang mulai mengganggu ketersediaan gas di sejumlah wilayah industri utama.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, menyatakan bahwa pemerintah belum berencana menambah sektor industri baru penerima gas murah. Saat ini, fokus utama adalah mempertahankan tujuh sektor yang sudah ada (existing) sambil mencari keseimbangan antara kepentingan produsen gas di hulu dan industri pengguna di hilir.
"Itu yang sedang kami evaluasi. Karena kan HGBT itu utamanya kan dari gas pipa. Gas pipanya kan sekarang sedang turun. Dalam artian di wilayah Jawa Timur saja sudah kekurangan," ujar Laode saat ditemui di Jakarta, Rabu (24/12/2025).
Baca Juga: Sulit Saingi LPG, PGN Dorong Pemerintah Ubah Harga Gas Kota
Laode menegaskan bahwa pengaturan alokasi menjadi krusial karena ketersediaan gas tidak merata di seluruh wilayah. Menanggapi usulan penambahan sektor industri penerima manfaat HGBT, ia menyatakan pemerintah masih melakukan pengkajian mendalam.
"Sektor yang lain? Nah kan saya bilang balik lagi, kita kaji dulu. Kaji kemungkinannya. Saya sih masih bilang yang existing saja dulu," tegasnya.
Keseimbangan Harga
Selain persoalan pasokan, pemerintah juga memberikan sinyal adanya penyesuaian harga. Laode menjelaskan bahwa selisih harga antara periode HGBT saat ini dengan sebelumnya telah mengalami kenaikan tipis guna menjaga kelangsungan bisnis di seluruh lini.
Baca Juga: RI Diam-diam Sudah Ekspor Solar di 2025, Dirjen Migas: Gak Sulit Cari Pasarnya
"Coba ya kita lihat. Dari HGBT sekarang dengan sebelumnya kan ada kenaikan sedikit. Kenapa? Karena dia juga harus memberikan keseimbangan pada semua lini. Hulu dapat, middle-nya dapat, ujungnya dapat. Jadi ini semua harus dihitung agar seimbang," tuturnya.
Menurut Laode, penghitungan yang akurat diperlukan agar skema HGBT tidak menjadi beban bagi penyalur maupun produsen. Ia tidak menampik kemungkinan adanya kenaikan harga di tahun 2026.
"Jangan sampai kita jual X, tapi hulunya kecekik. Berarti ada kemungkinan naik ya harganya? Ya kita sedang hitung. (Fokusnya) dua-duanya, harga dan supply," tambah Laode.
Baca Juga: PGN Proyeksikan Konsumsi Gas pada Periode Nataru 2025/2026 Bakal Meningkat
Berdasarkan data Kementerian ESDM yang ditetapkan melalui Kepmen ESDM Nomor 76.K/2025, kebijakan HGBT saat ini mencakup tujuh sektor yakni pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo
Tag Terkait:
Advertisement