Kredit Foto: Kemenperin
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melakukan peninjauan langsung ke PT Doulton di Banten, salah satu perusahaan keramik yang terdampak langsung oleh krisis pasokan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT).
Peninjauan dilakukan untuk monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan HGBT pada sektor industri untuk memastikan keberlanjutan operasional serta menjaga daya saing industri dalam negeri.
Baca Juga: UMKM Desa Wisata Didorong Integrasikan Pariwisata Hijau
Dalam kunjungan yang berlangsung di Banten pada Kamis (21/8/2025), Kemenperin bersama Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (ASAKI) meninjau secara langsung fasilitas produksi PT Doulton. Kegiatan ini bertujuan untuk melihat lebih dekat kondisi nyata di lapangan, khususnya pada lini produksi yang terhenti akibat terhambatnya suplai gas.
“Masalah pasokan HGBT ini aneh. Kalau industri membeli gas dengan harga di atas USD15 per MMBTU, pasokannya tersedia. Namun, jika membeli di harga HGBT sebesar USD6,5 per MMBTU, pasokannya justru tidak tersedia. Ada apa dengan produsen gas di hulu?” ungkap Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arief, dikutip dari siaran pers Kemenperin, Jumat (22/8).
Hasil pengawasan lapangan yang dilakukan Kemenperin menunjukkan, pasokan gas bagi industri keramik masih belum dalam kondisi aman. Berdasarkan laporan yang diterima oleh Kemenperin, produsen gas saat ini masih menerapkan kebijakan kuota harian sebesar 70 persen dari kebutuhan normal industri. Selain itu, apabila industri membutuhkan gas melebihi kuota harian tersebut, maka dikenakan tarif tambahan atau surcharge.
Menurut Febri, situasi ini menunjukkan produsen gas masih belum mencabut status darurat pasokan, seperti yang tercantum dalam surat pemberitahuan resmi kepada industri pelanggan pada 15 Agustus 2025 lalu. Akibatnya, di lingkungan PT Doulton sendiri, sebanyak 450 tenaga kerja terpaksa dirumahkan setelah operasi produksi terhenti akibat pembatasan pasokan gas.
“Sudah ada hampir 10 pengaduan yang masuk, baik dari industri langsung maupun dari asosiasi industri. Kami akan mencermati lebih dalam pengaduan yang masuk kepada kami, karena industri pengguna HGBT ini jumlahnya cukup banyak, dan industri pengguna di luar HGBT juga banyak,” katanya.
Oleh karena itu, Jubir mempersilakan kepada perusahaan atau pelaku industri untuk menyampaikan aduan kepada masing-masing pembina sektor, misalnya industri semen, keramik, atau kaca kepada Direktorat Bahan Galian Non Logam (BGNL), sementara untuk sektor lain seperti oleokimia dan baja dapat melaporkan kepada unit pembinanya.
Kemenperin menilai kondisi ini sangat merugikan sektor industri, khususnya industri keramik yang sangat bergantung pada pasokan gas bumi dengan harga kompetitif. Industri keramik merupakan salah satu sektor andalan yang masuk dalam skema HGBT karena berkontribusi besar terhadap penyerapan tenaga kerja, ekspor, dan juga substitusi impor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Tag Terkait:
Advertisement