Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ciptakan Disruptor Indonesia untuk Bersaing dengan Asing

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Inovasi disruptif tidak harus ditentukan dari kecanggihan teknologi yang digunakan untuk menciptakan keunggulan performa. Inovasi menjadi disruptif jika mampu dinikmati oleh mereka yang selama ini tidak terlayani.

Apple, sebagai perusahaan raksasa teknologi, secara diam-diam sudah merekrut para ahli di luar zona kompetensinya. Salah satunya adalah Doug Betts, bekas top executive di perusahaan otomotif Chrysler. Apple juga sudah mendapatkan Paul Furgale, seorang ahli robotik untuk kendaraan. Selain kedua orang tersebut, Apple juga berupaya merekrut ahli-ahli dalam teknologi baterai untuk kendaraan. Hal ini makin menguatkan niat Apple untuk menjadi produsen mobil listrik masa depan. Lalu, seperti apakah mobil listrik buatan Apple? Bukankah para raksasa dunia otomotif seperti GM, Mercedes-Benz, dan Toyota juga sudah menyiapkan mobil listrik andalannya?

Mungkin inilah bentuk inovasi disruptif yang sedang disiapkan Apple. Sama seperti ketika Apple memperkenalkan tablet iPad generasi pertama. Inovasi dikatakan disruptif jika mampu membuat yang tadinya bukan pengguna menjadi pengguna. Sebelum ada tablet, ada sebagian masyarakat yang masih buta dunia digital. Namun, setelah iPad diperkenalkan, mulai dari balita usia tiga tahun sampai mereka yang lanjut usia pun menikmatinya. Tablet Apple juga dikatakan disruptif karena mampu mengubah cara mengukur performa sebuah komputer. Tablet tidak diukur berdasarkan performa standar sebuah komputer konvensional. Tablet dinilai dari mobilitasnya sampai privasi yang ditawarkan kepada penggunanya.

Sekarang, ketika Apple ingin membuat mobil listrik, para pemimpin industri pun memandang sebelah mata. Bahkan bos Mercedes berolok-olok mengatakan niatan Apple tidak akan mengganggu tidur mereka. Justru inilah yang diinginkan oleh Apple. Mobil masa depan besutan Apple tidak akan head to head dengan produk mobil keluaran para aristokrat di dunia otomotif. Sepertinya Apple menginginkan produk-produknya tidak berkompetisi di liga yang sama dengan pemain kebanyakan.

Jika Apple mampu membuat mereka yang sebelumnya tidak menggunakan mobil menjadi pengguna,  maka disruptiflah mobil listrik Apple. Tampaknya Apple akan mereinvensi problem bertransportasi yang tidak dijawab oleh pelaku industri otomotif sekarang ini. Inilah sepertinya yang dikejar Apple dengan proyek mobil listriknya. Apple tidak akan bermain di inovasi berkelanjutan (sustaining innovation) seperti yang dikejar oleh para pemimpin di dunia otomotif. Adu tenaga, adu kenyamanan, dan adu efisiensi bahan bakar menjadi kunci sukses dalam persaingan sekarang ini. Ukuran keberhasilan mobil masa depannya Apple tidak diukur dari performa konvensional seperti itu. 

Melihat kiprah para penginovasi kelas dunia dalam mengejar inovasi berkelanjutan dan disruptif, adakah oportunitas bagi pelaku bisnis di Indonesia dalam berinovasi?

Pilihan Disruptif

Menyadari ketertinggalan dalam fasilitas R&D, manajemen modern, kekayaan intelektual, dan pendanaan, akan sulit bagi pelaku lokal berkompetisi dalam inovasi berkelanjutan. Adu kehebatan dalam berbagai ukuran performa menjadi begitu kejam dan berat untuk dilakukan. Silakan kaji ketepatan inisiatif pelaku bisnis di sini yang akan membuat mobil, lokomotif, peralatan biomedikal,  dan produk-produk berteknologi tinggi lainnya. Apakah inisiatif tersebut realistis? Adakah kemampuan untuk menghasilkan produk nyata yang memang ada pasarnya? Mampukah menciptakan profit dari produk yang dihasilkan?

Bagi penginovasi raksasa, melakukan inovasi baik berkelanjutan maupun disruptif menjadi realistis mengingat segala kekuatan yang dimiliki. Akan tetapi, tidak bagi pelaku kebanyakan di sini. Ketika biaya R&D masih jauh di bawah 1% penjualan, iklim inovasi belum kuat, jangan terlalu berharap akan muncul inovator-inovator kelas dunia. Namun, jangan berkecil hati dulu. Inovasi disruptif bisa menjadi pilihan bagi pelaku bisnis di sini.

Inovasi disruptif tidak harus ditentukan dari kecanggihan teknologi yang digunakan untuk menciptakan keunggulan performa. Inovasi menjadi disruptif jika mampu dinikmati oleh mereka yang selama ini tidak terlayani. Contohnya, low cost carrier dalam dunia penerbangan. Kehadiran mereka di Indonesia menjadi disruptif. Mampu menerbangkan orang-orang yang selama ini tidak pernah membayangkan bepergian dengan pesawat terbang. Pesawat terbang terlalu mahal bagi mereka. Hadirnya MRT di Indonesia juga bisa menjadi disruptif, jika mampu membuat mereka yang selama ini menggunakan mobil beralih ke MRT sebagai kendaraan transportasinya. Layanan Go-Jek juga menjadi disruptif jika mampu membuat mereka yang selama ini tidak pernah menggunakan antaran ojek menjadi penggunanya.

Oportunitas inovasi disruptif sebetulnya tersedia banyak di sekitar kita. Lihat saja berbagai kesulitan yang ada di masyarakat piramida terbawah. Adakah layanan perbankan yang menjamah mereka? Adakah layanan pendidikan berkualitas yang mereka nikmati? Adakah layanan kesehatan berkualitas yang mudah diakses oleh mereka? Dengan jumlah masyarakat di piramida terbawah yang begitu besar, perputaran uang yang terjadi menjadi sungguh menarik bagi pelaku bisnis.

Bagaimana dengan masyarakat di atasnya? Jika mereka selama ini sudah konsumtif terhadap produk-produk para pembuat/penginovasi luar, apa lagi oportunitas yang tersedia bagi pelaku lokal? Jika masih ada sebagian masyarakat yang lebih memilih serba asing, di situlah tantangan sekaligus oportunitas nyata bagi pelaku lokal untuk berinovasi disruptif.   

Silakan lihat oportunitas di berbagai sektor. Ditunggu lebih banyak karya musik dan film lokal yang mampu menarik mereka yang selama ini anti produk lokal. Demikian pula dengan layanan ritel yang nyaman dan terjangkau untuk mereka yang selama ini hanya mau pergi ke hipermarket asing. Juga ditunggu layanan pendidikan untuk mereka yang tidak percaya pada institusi pendidikan dalam negeri. Demikian pula dengan layanan-layanan lainnya untuk mereka yang menomorsatukan penyedia layanan dari luar. Itulah tantangan sekaligus oportunitas inovasi disruptif.

Liberalisasi ekonomi di berbagai sektor tidak terelakkan lagi. Pelaku bisnis lokal, tidak bisa tidak, harus siap menghadapi masuknya pelaku dari luar. Dengan dukungan kemampuan pendanaan, manajemen modern, dan jejaring bisnis yang luas, maka tidak sulit bagi pelaku besar dari luar untuk menguasai pasar domestik. Menihilkan partisipasi mereka di sini tentu tidak mungkin. Yang perlu dilakukan adalah menahan laju ekspansif mereka.

Untuk masyarakat dengan daya beli terbatas, tawarkanlah produk dengan rasio performa dan harga yang tinggi. Artinya, pelaku lokal harus mampu menawarkan produk sejenis yang lebih murah dengan performa cukup baik. Untuk masyarakat dengan daya beli tinggi, tawarkanlah solusi atas problem lokal yang tidak tersentuh oleh pelaku asing. Jika pelaku asing begitu hebat dalam berbagai ukuran performa, tawarkanlah inovasi yang menggunakan ukuran performa yang berbeda dari mereka. Jangan terjebak dalam permainan mereka. Ciptakanlah permainan sendiri!

Penulis: Ade Febransyah, Ketua Center for Innovation Opportunities and Development, Prasetiya Mulya Business School

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 17

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: