WE online, Jakarta - Dalam ilmu bisnis ada banyak istilah yang harus dipahami seorang owner atau decision maker, yaitu untuk tumbuh butuh strategi apalagi untuk bertahan. Lalu pernah dengar istilah strategi zoom in, zoom out, dan pivot?
Zoom out adalah memperluas market segment. Contoh yang baru-baru ini dilakukan oleh Bhineka.com di mana yang awalnya hanya bermain di produk elektronik maka kini mereka mencoba untuk merebut market lainnya dengan menjual segala jenis produk. Atau Google yang awalnya hanya mesin pencari kini menjelma menjadi raksasa dengan beragam jenis layanan dan aplikasi (kini Google berubah menjadi Alfabet, -redaksi).
Kemudian zoom in adalah strategi di mana bisnis melakukan spesifikasi yang lebih niche terhadap market segment. Contohnya banyak dilakukan oleh grup media yang awalnya MNC menyiarkan tayangan untuk umum seperti MNC TV, Global, dan RCTI. Mereka juga menghadirkan MNC Bisnis, MNC Sport, MNC Muslim, MNC Fashion, MNC Food, hingga MNC Shop.
Terakhir, pivot adalah mengubah drastis, baik segment market, produk, maupun model bisnis. Seperti yang pernah dilakukan oleh Nokia yang sebelumnya perusahaan kayu kemudian bertransformasi menjadi perusahaan perangkat mobile. Begitu juga dengan IBM yang awalnya perusahaan produk hardware kini menjadi perusahaan jasa untuk IT.
Ada banyak alasan mengapa sebuah perusahaan melakukan zoom out, zoom in, atau pivot. Bisa jadi untuk bertahan agar bisnis tetap hidup, bisa juga karena kebutuhan untuk menjaga pasar dan atau untuk menguasai market share yang berbeda segmen.
Hal yang serupa dilakukan oleh Wusda H Ribawa owner dari RG Integrated. Awalnya memiliki bisnis (agency) dengan berbagai layanan jasa seperti design, event organizer, content management, printing publishing, dan promotional item. Kemudian ia mencoba lebih fokus (zoom in) pada salah satu bidang, yakni RG Souvenir, yang hanya melayani permintaan merchandise corporate (B2B). Beberapa bidang yang lain di-cut off.
Setelah tiga tahun menjalankan RG Souvenir dan cukup sukses mendapatkan ratusan klien korporat, Wusda dan tim mencoba untuk menerapkan strategi zoom out, yaitu menyasar target market yang lebih luas, yakni retail. Hal ini tidak lepas pula karena melihat potensi pasar dari bisnis online maka lahirlah website www.rumahcustom.com, marketplace untuk membuat merchandise custom satuan.
Suvenir ritel maksudnya produk suvenir untuk kado ulang tahun, couple, anniversary, kelahiran, acara keluarga, mini gathering, komunitas, dan kebutuhan individu yang hobi berekspresi. Tentu saja, bisa melayani pesanan dalam jumlah kecil.
Ada puluhan jenis barang yang bisa dibuat sesuai keinginan, mulai kaos, topi, tas, mug, tumbler, bantal, casing HP, baby jumper, sampai flashdisk, atau kartu e-money seperti yang bisa dipakai untuk membayar ongkos TransJakarta atau kereta rel listrik (KRL).
Hanya dengan tiga langkah mudah, user bisa mendapatkan produk sesuai kreasi sendiri. Dengan konsep online design studio yang terinstal di website RC, user bisa memilih template yang sudah tersedia atau menggunggah foto/teks secara mandiri.
Kesulitan Bertransformasi
Berpengalaman menangani klien korporat semestinya mudah untuk membuat market place custom produk untuk skala ritel. Namun, nyatanya hambatan dan tantangan datang silih berganti. Beruntung, RC bertemu mitra yang tepat untuk mengatasi permasalahan di bidang IT, yakni QB IT Service.
"Mereka men-support pembuatan engine custom dan tools support untuk RumahCustom. Meski yang mengerjakan adalah anak-anak muda belasan tahun, namun soal kemampuan mereka sangat andal," puji Wusda.
Ia mengaku pihaknya hanya dipusingkan oleh urusan supplier. "Banyak supplier yang bersedia bekerja sama dengan RG Souvenir karena kami bermain di skala grosir, minimum order 100 pieces. Tapi, begitu saya mendatangi mereka dan mengajak bekerja sama di RC untuk order satuan, banyak yang menolak," kenang alumni Unpad Fakultas Pertanian ini.
Wusda mengaku pihaknya membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk mencari supplier yang mau bekerja sama untuk melayani pesanan ritel. Hanya perusahaan skala mikro yang mau menangani order custom satuan dan juga secara teknis tak semua barang bisa dibuat versi customized satuan.
"Mau tak mau, tim kami harus belajar lagi mengenai product knowledge," akunya.
Ide Menggandeng Komunitas
Setelah memutar otak, akhirnya RC menemukan formula yang tepat untuk menyiasati penolakan dari beberapa supplier tersebut yang salah satunya adalah menciptakan produk/layanan untuk komunitas, public figure, atau usaha kecil dan menengah (UKM).
Strategi menggandeng komunitas dan public figure tentu saja akan bermuara pada meningkatnya quantity order. Beberapa klien yang pernah ditangani RC di antaranya komunitas Hijabers, Onein20 Movement, dan artis Indah Dewi Pertiwi (IDP).
Di perusahaan yang mulai beroperasi awal 2015 ini komunitas bisa mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan produk suvenir tanpa harus memikirkan produksi, QC, stok barang, maupun pengiriman.
"Komunitas dan pengelola fanbase akan lebih mudah mendistribusikan template desain yang bisa dipakai sebagai desain utama untuk diaplikasikan ke berbagai produk. Untuk komunitas yang berada di banyak daerah, misalnya, komunitas bisnis Onein20 Movement, para pengurus daerah bisa membuat kreasi barang dengan desain unik namun tetap bisa menampilkan identitas komunitas," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait:
Advertisement