WE Online, Jakarta - Bank Indonesia (BI) bersama bank sentral Australia, The Reserve Bank of Australia, sepakat menandatangani kerja sama bilateral currency swap arrangement (BCSA) yang berlaku efektif mulai hari ini, Selasa (15/12/2015).
Perjanjian yang berlaku efektif selama tiga tahun ini ditandatangani oleh Gubernur BI Agus DW Martowardojo dan Gubernur Reserve Bank of Australia, Glenn Stevens. Melalui perjanjian ini memungkinkan swap mata uang lokal antara kedua bank sentral senilai AUD 10 miliar atau Rp100 triliun.
Menurut Kepala Departemen Internasional BI Aida Budiman, kesepakatan ini dapat mengurangi ketergantungan mata uang dolar AS sekaligus memperkuat pendalaman pasar.
"Ini adalah salah satu instrumen BI dalam kebijakan campuran yang bertujuan menjaga pilar stabilitas. Kerja sama ini dapat berguna di kemudian hari untuk mengurangi ketergantungan mata uang dolar AS juga meningkatkan pendalaman pasar," ujar Aida saat konferensi pers di Kantor BI, Jakarta, Selasa (15/12/2015).
Aida menjelaskan alasan BI melakukan kerja sama dengan Australia karena negeri Kangguru tersebut merupakan salah satu mitra dagang besar Indonesia baik dari sisi perdagangan maupun investasi. Selain itu, dolar Australia juga merupakan mata uang utama global sehingga cukup familiar di perdagangan global.
"Kan kita melakukan perdagangan dengan berbagai negara, tapi kalau dilihat mata uang yang digunakan untuk penyelesaian transaksi itu kebanyakan dolar AS, yakni 80 persen. Artinya, kalau ada suatu hal terjadi misalkan kondisi market mengetatkan semua persepsi portofolio investor melakukan perbauran sehingga dolar AS yang biasanya ada di pasar enggak ada di pasar," paparnya.
Untuk mengurangi ketergantungan, BI menstimulasi dengan memfasilitasi berbagai mata uang sehingga menjadi alternatif transaksi perdagangan dan familiar untuk digunakan pelaku pasar.
"Latar belakang utama partner dagang tadi bukan sembarang negara dan bukan sembarang mata uang. Dolar Australia masuk lima mata uang terbesar yang diperdagangkan di dunia," tukasnya.
Selain itu, kata dia, perjanjian ini juga bisa meningkatkan hubungan ekonomi antara kedua negara baik perdagangan atau invetasi dan menguatkan cadangan devisa (cadev). "Stabilitas penting apabila kita punya pasar yang dalam. Baik dari sisi instrumen atau mata uang. Ini yang kita lakukan dengan kerja sama tersebut," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo
Advertisement