Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Daerah Bersolek dengan Debirokrasi dan Deregulasi

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Semangat yang sinkron antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah jadi modal bagi Indonesia untuk melangkah ke arah yang lebih baik. Pemerintah pusat gencar melakukan debirokratisasi dan deregulasi. Pemerintah daerah pun seharusnya senada.

Pemerintah terus menggulirkan rangkaian strategi untuk merespons kondisi perekonomian nasional yang sedang mengalami perlambatan. Hingga pertengahan Oktober 2015, sudah empat seri paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan.

Dalam salah satu paket kebijakan yang diluncurkan itu, upaya pemerintah untuk melakukan deregulasi, debirokratisasi, penegakan hukum, dan peningkatan kepastian usaha sangatlah kuat. Pemerintah fokus pada serangkaian kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, serta memberikan insentif fiskal untuk menggerakkan perekonomian nasional dari sisi investasi.

Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady mengatakan perlunya deregulasi dan debirokratisasi guna melepas tambahan beban bagi industri pada saat gejolak kurs saat ini. Menurut dia, para pengusaha sudah terbebani oleh biaya produksi akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. "Apalagi bahan baku diimpor dari luar negeri, maka depresiasi kurs rupiah terhadap dolar sangat terasa bagi para pengusaha," katanya.

Edy menambahkan, kebijakan deregulasi dan debirokratisasi juga menyebabkan percepatan penyelesaian gap daya saing industri serta mendorong keunggulan industri nasional. Pasalnya, selama ini perizinan usaha/investasi masih banyak hambatan akibat kerumitan serta memakan waktu dalam pengurusannya sehingga dampak investasi bagi perekonomian nasional tidak begitu terlihat.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kontribusi sektor industri terhadap pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada 2005 industri pengolahan memberikan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 28,08%, tetapi  pada 2012 angkanya menurun menjadi 25,50%. Lalu pada triwulan II-2015 industri pengolahan hanya berkontribusi 20,91% terhadap PDB, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 21,13%. Edy mengatakan kontribusi industri pengolahan terhadap pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun tidak signifikan. Penyebabnya, masih adanya birokrasi yang berbelit-belit dan perizinan usaha yang rumit di berbagai daerah.

BPS mencatat pertumbuhan industri pengolahan menurun dari tahun ke tahun. Pada 2011, misalnya, pertumbuhan sektor industri pengolahan mencapai 6,14%, tetapi kemudian turun menjadi 4,96% pada 2014.

Pemerintah pun mengambil langkah dengan melakukan penegakan hukum  dan kepastian usaha, yakni melalui penyelesaian permasalahan regulasi dan birokrasi (damage control channel). Langkah berikutnya, melakukan pengawasan, pengamanan, dan kenyamanan, serta pemberantasan pemerasan dan pungli. Terakhir, memberikan sanksi yang tegas dan tuntas dalam setiap peraturan mengenai perizinan usaha. 

Saat ini, pemerintah menderegulasi peraturan-peraturan yang menghambat perekonomian Indonesia. Pada September 2015, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mencatat sebanyak 134 peraturan yang dideregulasi, antara lain peraturan menteri di berbagai kementerian dan lembaga serta terkait fasilitas investasi, penyederhanaan izin impor bahan baku (a.l. beras, gula, garam, hortikultura, dan kertas kemasan), penetapan satu identitas importir, pengurangan pemeriksaan fisik bahan baku impor dan produk ekspor,  dan mengurangi hambatan distribusi antar-pulau (gula kristal putih).

Kondisi Perizinan di Daerah

Mantan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi mengatakan bahwa para pengusaha masih dibebani high-cost production akibat kondisi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Tak cuma itu, para pengusaha pun masih dipersulit dengan perizinan usaha yang berdampak pada menurunnya daya saing industri. Sofjan meminta para pemerintah daerah agar tidak banyak meja dalam mengurus perizinan usaha, termasuk peraturan daerah yang menghambat dunia usaha.

Hasil survei yang dilakukan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) tentang perizinan usaha di enam wilayah, yakni Medan, Makassar, Surabaya, Kediri, Barru, dan Jeneponto, menyebutkan masih banyak izin yang diterbitkan tanpa dasar hukum di tingkat nasional. Misalnya, izin usaha warnet di Kota Medan, izin usaha dengan kendaraan bermotor di Kota Medan dan Kota Surabaya, dan Izin Penyelenggara Institusi Penguji Alat Kesehatan di Kota Surabaya. Selain itu, terdapat izin usaha tanpa dilandasi peraturan daerah, seperti usaha industri di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan.

Ketua Badan Pengurus KPPOD Agung Pambudi mengatakan regulasi perizinan tersebar di berbagai sektor dan mengakibatkan banyaknya regulasi perizinan di daerah. Hal ini menyebabkan banyaknya hambatan dunia usaha di berbagai daerah. Target Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menjadi salah satu alasan mereka. Ini turut menghambat pula proses penyederhanaan dan pelimpahan perizinan dari SKPD ke Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Selain itu, masih adanya resistensi kepala daerah atau ego sektoral yang tinggi dari SKPD yang merasa memiliki kewenangan penerbitan perizinan. Pemberian rekomendasi izin dan birokrasi kelurahan/kecamatan yang cukup lama masih rawan penyimpangan dan tidak memiliki standar waktu perizinan menjadi hambatan tata kelola perizinan di daerah.

Agung menjelaskan bahwa masih banyak kerumitan perizinan di daerah. Misalnya, izin yang diurus untuk usaha transportasi pariwisata yakni Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), Izin Usaha Transportasi Pariwisata, Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan Izin Usaha (IU) dengan kendaraan bermotor. Selain itu, masih ada beberapa daerah yang sebelumnya perizinannya diurus oleh PTSP, tetapi dialihkan kembali ke SKPD. Hal ini  mengecewakan para pengusaha yang membuka izin di daerah.

Dalam survei tersebut, KPPOD mengkaji wilayah-wilayah yang perizinan usahanya masih tersebar di SKPD, bukan dalam bentuk PTSP. Wilayah-wilayah itu adalah Makassar, Surabaya, Medan, dan Jeneponto. Sementara itu,  perizinan usaha yang sudah dalam bentuk PTSP hanya terdapat di wilayah Kediri dan Barru.

Masih ada beberapa daerah yang pengurusan perizinan dasarnya (SIUP, TDP, IUI, TDI, dan HO) dapat dilakukan menyatu (paralel), yakni Medan, Makassar, Kediri, Barru, dan Jeneponto. Adapun Surabaya, perizinan dasarnya  tidak dilakukan secara paralel.

Masih menurut survei tersebut, beberapa daerah masih melakukan perizinan pendirian bangunan secara terpisah-terpisah, seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Izin Pendirian Menara Telekomunikasi, dan Izin Pendirian Reklame. Daerah-daerah itu ialah Medan, Makassar, Surabaya, Kediri, dan Barru. Akan halnya Jeneponto, pemerintah daerahnya telah melakukan inovasi dalam menggabungkan pengurusan perizinan pendirian bangunan. Hal ini untuk mempersingkat waktu agar dapat efektif dalam pengurusan perizinan tersebut.

Best Practice Perizinan di Pemda

KPPOD juga melakukan survei mengenai pemerintah daerah yang berinisiatif dalam melakukan penyederhanaan izin. Contohnya, penyederhanaan perizinan di Kabupaten Jeneponto dari 54 menjadi 15 perizinan. Di Kabupaten Barru terdapat 129 perizinan yang disederhanakan menjadi 22 perizinan. Kota Kediri juga melakukan penyederhanaan perizinan dari 142 menjadi 72 perizinan. Selain itu, beberapa daerah juga membentuk  kelompok kerja (pokja) dan mengadakan coaching clinic dalam penyederhanaan perizinan, serta adanya komitmen dari setiap level pemerintahan untuk melakukan proses penyederhanaan perizinan.

Terkait teknologi informasi (TI) pelayanan perizinan, reformasi sistem informasi perizinan juga dilakukan di Kota Surabaya atau disebut Surabaya Single Window, tetapi belum terintegrasi dalam reformasi kelembagaan dalam bentuk PTSP. Dampaknya, business process perizinan usaha di wilayah tersebut masih memakan waktu lama. Namun, saat ini, Pemerintah Kota Surabaya juga gencar menyediakan unit layanan yang dekat dengan masyarakat yakni dua lokasi Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA) di Surabaya.

Tak kalah dengan Surabaya, Jeneponto pun makin gencar menarik investasi. Perizinan disederhanakan, yakni izin usaha industri, izin usaha perdagangan, dan izin penyadapan getah pinus paralel dalam SIUP. Adanya deregulasi perizinan usaha tersebut memberikan kepastian hukum bagi para investor, memperpendek business process (prosedur, waktu, dan biaya), serta izin-izin di daerah teridentifikasi dan dipahami oleh para pebisnis. Paling penting, penyelenggaraan perizinan menjadi lebih efektif dan efisien.

Sumber: Majalah Warta Ekonomi Edisi 20

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Alnisa Septya Ratu
Editor: Cahyo Prayogo

Advertisement

Bagikan Artikel: