Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

PHDI: Menolak Revitalisasi Teluk Benoa Itu Dosa

Warta Ekonomi -

WE Online, Jakarta - Polemik seputar revitalisasi Teluk Benoa, Bali  kembali mencuat karena adanya pihak yang menyatakan bahwa Teluk Benoa banyak kawasan suci dan tidak boleh di ganggu. Namun berdasarkan kajian Tim 9 Sabha Pandita Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) menyatakan di Teluk Benoa ada banyak Pura dan kaswasan suci namuna tidak seluruhnya menjadi kawasan suci. Berdasarkan Bishama (fatwa) masing-msing punya radius kesucian sesuai tingkatanya.

Dijelaskan oleh  Pimpinan Sidang Pesamuhan Sabha Pandita PHDI Pusat, Ida Pendanda Gede Bang Buruan Manuaba, pihaknya telah menerima keputusan sebagai rekomnadasi  dari Tim 9. “Kami akan sampaikan rekomendasi ini kepada pemerintah,  Semoga rekomendasi itu menjadi masukan bagi yang berkepentingan,” kata Ida Pendanda Gede Bang Buruan Manuaba, di kantor PHDI Pusat, Jakarta

Ia mengatakan pihaknya akan mendukung keputusan pemerintah pusat terkait revitalisasi Teluk Benoa, persoalananya sudah masuk Perda Tata Ruang baik tingkat Kabupten maupun Provin, oleh kartenanya ia mengharapkan semua pihak bersabar menggu keputusan pemerintah tentang Amdal.

Menurut I Ketut Wiana, Pengurus Harian PHDI Pusat Bidang Agama dan Lintas Agama, apa yang terjadi di teluk Benoa saat ini sudah ‘kacau’,  yakni terjadi sidimentas hingga hampir 2 meter di Campuan, tidak ada lagi biota laut yang hidup wajar, laut sudah sangat dangkal dari 8 meter menjadi 3 meter, setiap air surut 70% menjadi daratan, pulau-pulau sudah hilang dari 8 haktar menjadi 1 hektar, air laut tidak lagi seimbang untuk hutan bakau. Jadi kalo ini diperbaiki, dibersihkan, di keruk sehingga laut menjadi dalam kembali, menjadi normal baik untuk biota laut, nelayan dan kepentingan pariwisata tentu sangat bagus, bahkan kalo ini ditolak, berdasarkan agama justru ini sangat besar dosanya,” kata Wiana dalam pertemuan di Jakarta , Selasa (3/5/2016) yang dihadiri juga oleh Sekretaris Umum  Pengurus Harian PHDI Ketut Parwata dan anggota Tim 9 diantaranya IPM Jaya Sattwikananda, Ida Rsi Agni Jaya Mukthi, Ida Acharya Agni Yogananda.

Sementara itu, Ida Acharya Agni Yogananda mengatakan di teluk Benoa ada kawasan kesucian laut, dimana biasanya umat Hindu mengadakan ritual yang memiliki radius kesucian tertentu berdasaarkan bashima (fatwa), misal kawasan Bhesake memiliki radius kesucian 5 km, kalo Pure kecil, Kayangan Tiga, berbatas kesucian panyengker (sebatas pagar). “Memang ada yang mempertentangkan, namun biasanya pariwisata mengambil jalan tengah sesuai bhisama dan peraturan Undang-Undang yang berlaku, karena bhisama hanya untuk umat Hindu.”

Ia mambahkan,  “Pembangunan parawisata baik obyek tradisional dan modern untuk memenangkan pariwisata, sebagai antisipasi persaingan, itu silahkan pemerintah, namun bagi kami bagai mana kawasan suci  sesuai bhisama bukan  sesuai pendangan LSM atau yang lainya. Kuncinya adalah harus mengerti isi bhisama secara utuh. Kesimpulanya umat Hindhu tidak mempertentangkan kemajuan material dengan kemajuan spiritual. Bagi kami bila kawasan suci itu ada yang memperhatikan, ikut menjaga kami sangat berterima kasih, karena ajaran agama itu sesuatu yang saling melengkapi itu harus seimbang dan harmonis. Pertentangan itu biasa terjadi pada Negara berkembang, bila ada proyek ada pertentangan terutama bila ada isu lingkungan. Jadi bagi kami bagai mana kawasan kami dihormati, menegakan bhisama. Ada pihak-phik yang ingin stop pariwisata di Bali itu sah-sah saja, selama tidak ada pemaksaan kehendak dan memanipulisasi, namun juga kita harus mendengarkan pihak-pihak lain ada DPR, Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, karena kita ini Negara NKRI.”

I Ketut Wiana mengungkapkan, “Konflik yang terjadi  karena ada yang mengatakan Teluk Benoa akan ditimbun seluas 800 ha, itu ga ada sumbernya, saya sudah  mencari informasi itu tapi tidak ada. Kalo itu ada tentu kita tidak setuju. Yang ada yaitu memperbaiki, menormalkan kembali teluk yang rusak atau disebut Revitalisasi, ditambah ada pembangunan beberapa obyek seperti membangun Pura, Taman Internasioanl. Teluk yang suci itu bila bertemu air laut dengan air tawar. Kalo pertemu lupur, kotor itu bukan tempat suci. Laut yang bersih dan memberikan fungsi kehidupan spiritual dan material itulah suci ,justru bila tidak boleh diapa-apakan itulah yang kotor, jadi marilah kita berfikir. Jadi besar dosanya kalo menolak, saya ndak berani menolaknya, itulah pengertian kami,” pungkas nya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Sufri Yuliardi
Editor: Sufri Yuliardi

Advertisement

Bagikan Artikel: