Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dilma Rouseff dan Orang-orang Kiri yang Tersingkir

        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Presiden Dilma Rousseff resmi dilengserkan dari jabatannya setelah pengumutan suara yang diambil pada Rabu (31/8/2016). Pemakzulan ini terjadi akibat sekelumit isu yang beredar yakni dirinya melakukan spekulasi perekonomian.

        Sebagaimana dikutip BBC, Kamis (1/9/2016), terdapat 61 senator sepakat melengserkan Rouseff, namun 20 senator tidak sepakat. Dengan begitu, Wakil Presiden Michael Temer akan menggantikan posisinya hingga masa jabatan Rousseff usai pada 1 Januari 2019 mendatang.

        Roussef telah diberhentikan sementara sebagai presiden sejak Mei lalu. Menurutnya, tuduhan yang datang dari lawan politik hanyalah upaya kudeta dari oposisi sayap kanan.

        "Saya tegaskan kembali, saya tidak melakukan kejahatan. Tuduhan-tuduhan ini adalah tidak adil, tidak berdasar dan jika saya diberhentikan maka itu sama saja dengan memberi hukuman mati bagi demokrasi," katanya di dalam ruangan sidang yang dipenuhi para senator.

        Sebelumnya terdapat angin segar pada dirinya, ketika terungkap sebuah rekaman politisi yang hendak melakukan upaya pemakzulan terhadap dirinya. Upaya tersebut untuk menghentikan penyelidikan korupsi terdahap sejumlah tokoh politisi dan pebisnis terkemuka.

        "Bocornya rekaman tersebut memberikan saya harapan untuk kembali menjabat sebagai presiden," katanya kepada surat kabar Folha de S, Paulo.

        Namun, mereka yang terlibat dalam pembicaraan terkait pemakzulan menolak interpretasi tersebut. Sengketa politik yang tejadi selama ini tidak hanya mengancam ambruknya pemerintahan, namun dapat memecah-belah persatuan dan menyebabkan resesi di negera tersebut.

        Upaya pemakzulan ini muncul di saat Brasil tengah melakukan investigasi kasus korupsi terbesar yang terjadi di perusahaan minyak nasional, Petrobras. Kejaksaan Brasil mengatakan, kasus suap bernilai miliaran real yang terjadi selama beberapa tahun melibatkan tak hanya anggota Partai Pekerja pimpinan Rousseff, namun juga anggota partai yang berada di kubu oposisi yang berupaya melakukan pemakzulan.

        Selain itu, Presiden Venezuela, Nicholas Maduro menilai krisi politik yang terjadi di negaranya merupakan konsipirasi Amerika untuk melengserkan para kelompok sayap kiri, termasuk yang terjadi dengan Dilma Rousseff di Brasil. Upaya ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada kelompok? kanan yang pro Amerika untuk bercokol di negeri yang kaya akan minyak demi kepentingan bisnis mereka.

        "Washington saat ini sedang memenuhi permintaan kelompok kanan yang menginginkan kudeta di Brasil juga terjadi di Venezuela," kata Maduro.

        Sebelumnya, perusahaan minyak milik negara, Petrobas juga mengatakan akan memangkas 12.000 pekerja pada tahun 2020. PHK Sukarela ini akan membantu menghemat biaya? perusahan sekitar US$ 9 miliar? yang sedang berjuang menyusul penetapan harga dan skandal suap, serta merosotnya harga minyak gobal.

        Petrobras yang telah melaporkan kerugian selama dua tahun keuangan terakhir, diperkirakan akan menghabiskan US$ 1.23 miliar pada pelaksanaan rencana PHK. Pengumuman bahwa 12.000 pekerja akan diberhentikan selama lima tahun ke depan adalah bagian dari rencana investasi untuk mengembalikan kekayaan perusahaan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: