Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengakui tidak sedikit peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang nakal dalam membayar iuran kepesertaan. Kondisinya saat ini ada peserta JKN-KIS yang hanya menunaikan kewajiban bayar iuran ketika mereka butuh pelayanan kesehatan.
"Setelah mendapat pelayanan kesehatan dan sembuh, peserta yang bersangkutan biasanya tidak melanjutkan bayar iuran," ujar Direktur Hukum, Komunikasi dan Hubungan Antar-Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi di Jakarta, Rabu (14/9/2016).
Oleh sebab itu, ke depan pihaknya ingin agar mereka tertib dalam membayar iuran, pasalnya untuk menggerakkan program ini secara berkelanjutan peserta harus membudayakan asas gotong royong di mana peserta yang sehat membantu peserta yang sakit.
"Kita ingin didik dan latih agar mereka tertib dan membiasakan budaya gotong royong. Bayangkan kalau mereka mau enak terus kita tntu akan defisit, padahal kita ingin (program ini) sustainable," jelas Bayu.
Atas dasar itu, Bayu mengungkapkan, pemerintah telah mengubah cara main denda pelayanan peserta BPJS Kesehatan. Aturan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 19/2016 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan, Juncto Peraturan Presiden 28/2016 tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres 12/2013 tentang Jaminan Kesehatan, yang diterbitkan Maret 2016.
"Mengacu pada peraturan di atas, kini apabila peserta JKN-KIS terlambat membayar iuran tidak dikenakan denda keterlambatan pembayaran iuran. Namun toleransi pelayanan kesehatan yang dijamin BPJS Kesehatan untuk peserta atau pemberi kerja yang terlambat membayar iuran kini menjadi lebih pendek, yaitu hanya satu bulan," ungkap Bayu.
Sebelumnya peserta JKN-KIS yang telat bayar iuran dikenakan denda 2 persen dari total iuran tertunggak. Selain itu batas toleransi yang diberikan kepada peserta yang menunggak iuran selama 3 bulan bagi peserta pekerja penerima upah (PPU) dan 6 bulan bagi peserta bukan penerima upah (PBPU) atau peserta mandiri.
"Oleh karenanya bagi peserta atau pemberi kerja yang menunggak iuran lebih dari 1 bulan, penjaminan yang diberikan BPJS Kesehatan dihentikan sementara," tegas Bayu.
Namun, jika dalam rentang waktu 45 hari setelah status kepesertaan kembali aktif dan peserta membutuhkan pelayanan rawat inap yang dijamin BPJS Kesehatan, peserta atau pemberi kerja dikenakan denda 2,5 persen dari total diagnosis akhir pelayanan kesehatan yang didapatkan dikali jumlah bulan tertunggak : 2,5% x (bulan tertunggak per 1 Juli 2016) x (besar biaya pelayanan) = DENDA PELAYANAN, atau besaran denda pelayanan rawat inap paling tinggi hanya Rp30 juta.
"Jumlah bulan tertunggak yang digunakan sebagai acuan denda adalah maksimal 12 bulan. Peraturan dan perhitungan denda pelayanan ini berlaku sejak 1 Juli 2016, dan Perpres itu disusun dengan melewati diskusi dan masukan berbagai pihak," terang Bayu.
Adapun penjaminan akan aktif kembali setelah peserta atau pemberi kerja melunasi semua tunggakan dan membayar iuran pada bulan berjalan. Ketika status kepesertaan kembali aktif, peserta bisa mendapat pelayanan kesehatan yang dijamin BPJS Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan rawat jalan di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL).
Aturan denda pelayanan sebagaimana amanat Perpres No.19 Tahun 2016 itu ditujukan untuk meningkatkan kesadaran peserta terhadap pentingnya rutin membayar iuran. Kemudian, adanya rentang waktu 45 hari sejak status kepesertaan aktif kembali ditujukan untuk mendorong peserta agar rutin bayar iuran.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo