Program amnesti pajak yang diluncurkan sejak Juli 2016 layak disebut sebagai pertaruhan momentum reformasi sistem perpajakan Tanah Air. Sejak resmi dibuka pada 18 Juli 2016, kegiatan deklarasi, aliran tebusan dan repatriasi para wajib pajak memang sempat kendur di tengah jalan. Padahal, amnesti pajak digadang pemerintah sebagai pemecah kebuntuan dalam lika-liku masalah rendahnya penerimaan pajak selama ini.
Masalah mendasar seretnya pengumpulan pajak itu adalah tingkat kepatuhan wajib pajak yang rendah, dan basis data perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang tidak memadai. Amnesti pajak dianggap menjadi kunci untuk memutakhirkan basis data pajak, sekaligus menjadi "jalan tengah" bagi para wajib pajak yang selama ini,--entah sengaja atau tidak sengaja--, tidak melaporkan total kekayaannya dengan benar.
Pengambilan pajak kepada masyarakat merupakan hak bagi negara untuk menjalankan kewajiban negara dalam menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.
Di tengah harapan besar dimulainya reformasi pajak tersebut, realisasi amnesti pajak hingga 45 hari pertama masih jauh dari ekspektasi. Bank Indonesia bahkan sempat menurunkan proyeksi pengumpulan uang tebusan menjadi sebesar Rp21 triliun hingga berakhirnya amnesti pajak, dari perkiraan awal sebesar Rp54 trilliun.
"Hingga akhir 2016 sebesar Rp 18 triliun, sedangkan 2017 bertambah Rp3 triliun," kata Gubernur BI Agus Martowardojo, awal September lalu di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Saat dana tebusan dan repatriasi masih nisbi kecil, setali tiga uang, Kementerian Keuangan dan jajaran instansi terkait juga masih berjibaku menelurkan peraturan turunan Undang-Undang Pengampunan Pajak untuk mempertajam taji amnesti pajak.
Realitas itu membuat pemerintah harus lebih bekerja keras mensosialisasikan amnesti pajak. Ibaratnya, "Layar sudah terkembang, pantang untuk surut ke belakang".
Awal reformasi pajak sudah dimulai, setelah proses alot pembahasan Rancangan UU Pengampunan Pajak di DPR. Pembangunan merata dan masif seperti dicita-citakan Presiden Joko Widodo membutuhkan pendapatan pajak yang memadai. Pun perekonomian yang belum sepenuhnya pulih saat ini juga membutuhkan suntikan aliran modal masuk dari repatriasi.
Tak ayal, sosialisasi amnesti pajak digencarkan berkali-kali lipat. Iming-iming tarif tebusan dan deklarasi paling rendah periode pertama terus didengungkan pemerintah.
Presiden Joko Widodo bahkan turun tangan langsung mengundang para konglomerat "kakap" ke Istana Kepresidenan untuk mensosialisasikan amnesti pajak, pada 22 September 2016 lalu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: