Mata uang rupiah berhasil mempertahankan posisi pada perdagangan hari Rabu walaupun dolar AS menguat pesat yang membuat sebagian besar mata uang melemah dan harga emas anjlok. USD-IDR masih diperdagangkan di bawah level psikologis 13.000.
"Fakta yang mengesankan mengingat sentimen risiko seharusnya sangat terpukul oleh IMF yang kembali mengumumkan prospek pertumbuhan global yang suram dalam pernyataan terbuka di hari Selasa," ujar VP of Market Research Forextime Jameel Ahmad dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Lebih lajut, ia mengatakan nilai tukar rupiah tampaknya diperkuat oleh hasil rapat OPEC pekan lalu di mana harga minyak saat ini berusaha melampaui level US$50 yang akan berpengaruh positif pada aset pasar berkembang. Ada banyak alasan lain untuk optimis terhadap Indonesia apabila kita dapat mengesampingkan berita perlambatan pertumbuhan PDB nasional.
"Contohnya, pasar modal telah menguat hampir 30 persen dan sebagian besar investor mengapresiasi perbaikan kebijakan fiskal pemerintah dan Bank Indonesia. Kinerja rupiah juga relatif konsisten dibandingkan mata uang lainnya di wilayah ini. Karenanya, keyakinan investor seharusnya membaik dan mengundang arus masuk modal yang lebih tinggi lagi ke Indonesia di masa mendatang," terangnya.
Optimisme, lanjut Jameel, juga semakin besar karena Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan secara proaktif yang seharusnya dapat membantu memerangi risiko eksternal terhadap pertumbuhan ekonomi.
"Dengan melonggarkan suku bunga, Bank Indonesia menyediakan likuiditas yang lebih tinggi dan akses yang lebih baik terhadap dana di ekonomi. Kemudian, semakin besarnya investasi ke pasar saham Indonesia, kita dapat optimis bahwa bisnis akan terus berkembang dan berinvestasi di Indonesia untuk jangka waktu yang lebih panjang," ucapnya.
Sementara itu, ia mengungkapkan investor mendapat berkah tak terduga pada perdagangan di hari Selasa saat harga Emas secara mengejutkan merosot di bawah level support psikologis $1300 yang membuka peluang bagi trader untuk segera mengantarkan logam mulia ini ke level yang tak pernah tercapai sejak referendum Inggris yaitu di bawah US$1270.
"Harga emas merosot ke level terendah tiga bulan yaitu $1266 dan penurunan di bawah level support psikologis $1300 berarti para seller berhasil merebut kembali kontrol atas komoditas ini. USD secara umum menguat di pasar valas dan ini tidak menggembirakan untuk emas. Ada peluang bahwa logam mulia ini akan terus tergelincir di bulan Oktober," jelasnya.
Menurutnya, alasan dari peluang melemahnya emas lebih lanjut pada dasarnya adalah ekspektasi suku bunga AS. Meninjau komentar terbuka Fed, Bank Sentral AS ini jelas berkomitmen meningkatkan suku bunga AS sebelum akhir tahun. Walau begitu, investor masih belum merefleksikannya di pasar finansial dan ini berarti trader akan menemukan peluang untuk membuat harga emas semakin merosot.
"Investor sepertinya akan memantau laporan ketenagakerjaan AS yang dijadwalkan untuk diumumkan pada hari Jumat mendatang karena data ketenagakerjaan non pertanian (NFP) berperan penting dalam memastikan apakah Fed dapat meningkatkan suku bunga AS sebelum tahun 2016 berakhir. Jika ya, pengaruhnya akan positif untuk nilai tukar USD, namun harga Emas terancam semakin melemah," sebutnya.
Adapun, poundsterling terus merosot di awal perdagangan hari Rabu. GBPUSD menemui level terendah dalam lebih dari 30 tahun di bawah 1.27 yaitu di 1.2684. Konfirmasi dari Perdana Menteri Theresa May di akhir pekan kemarin bahwa Pasal 50 akan diaktifkan paling lambat Maret 2017 menjadi alasan yang kuat bagi investor untuk merefleksikan risiko yang lebih tinggi dalam nilai tukar GBP. Komentar dari Menteri Philip Hammond bahwa ketegangan ekonomi belum berakhir juga sangat mengganggu sentimen investor.
Selera beli terhadap GBP amat sangat lemah sehingga mata uang ini tidak berhasil menguat walaupun data ekonomi pekan ini kembali menggambarkan bahwa hasil referendum Uni Eropa belum mengganggu ekonomi Inggris. PMI manufaktur bulan September menimbulkan optimisme bahwa melemahnya nilai tukar GBP menguntungkan bagi ekspor.
"PMI jasa yang dirilis beberapa jam lalu juga tidak menampilkan bahwa hasil referendum mengakibatkan efek negatif langsung terhadap ekonomi Inggris. Sektor jasa adalah komponen yang sangat penting dalam ekonomi Inggris sehingga data aktual yang sesuai ekspektasi hari ini akan membuat PDB kuartal mendatang tetap positif," katanya.
Selain itu ia berpendapat bahwa GBP-USD dapat menyentuh antara 1.20 dan 1.25 di penutupan tahun ini. Para investor baru mulai merefleksikan peningkatan risiko dari pengaktifan Pasal 50. Sebagian besar kerugian GBP yang terjadi selama beberapa bulan terakhir hanya disebabkan oleh hasil referendum Uni Eropa yang di luar dugaan. Sekarang investor harus mulai menyesuaikan pandangannya terhadap fakta bahwa Inggris Raya akan segera memulai proses keluar dari Uni Eropa.
"Ini akan menjadi proses yang sangat mengkhawatirkan untuk Pemerintah Inggris dan GBP berpotensi terus melemah untuk periode yang lebih lama lagi," tukasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: