Perum Bulog Sub Divisi Regional Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh mengaku kesulitan mendapat bahan baku cabai merah sehingga belum berhasil melakukan intervensi untuk menurunkan harga di pasar.
Kepala Bulog Divre Meulaboh Ade Mulyani, di Meulaboh, mengatakan, pihaknya telah melakukan penjajakan lokasi pertanian tanaman cabai di empat kabupaten wilayah kerjanya, namun semuanya dalam kondisi tidak berproduksi.
"Selama gejolak kenaikan harga cabai merah ini, memang kesulitan kita untuk menyerapnya karena ketersediaan lahan pertanian terbatas. Setelah melihat data dari Badan Pusat Statistik (BPS), saya sudah turun melihat kawasan pertanian tanaman cabai Woyla, tapi tidak banyak," jelas dia.
Ade Mulyani menjelaskan, pihaknya juga telah turun ke Kabupaten Simeulue dan kabupaten tetangga wilayah kerja Perum Bulog Divre Meulaboh untuk melakukan survey, akan tetapi juga tidak banyak ditemukan pertanian tanaman cabai.
Posisi saat ini harga eceran cabai merah keriting di pasar Bina Usaha Meulaboh masih bertahan Rp100.000/kg, "pedas"nya harga cabai itu telah terjadi sejak akhir Oktober 2016 akibat pasokan terbatas karena faktor cuaca dan bencana alam.
Kata Ade Mulyani, kedatangan mereka langsung ke lokasi pertanian tanaman cabai adalah sebagai langkah upaya mengantisipasi terjadi kenaikan harga dengan mencari sumber pasokan bahan baku untuk dijual dengan harga lebih murah.
"Kita juga sudah ke Kabupaten Simeulue, petani di sana ada yang punya lahan luas selama ini bermodal sendiri. Mereka mau mengembangkan lahan ini, cuma butuh modal atau bapak angkat, Kepala Gudang Bulog Simeulue pada 2017 nanti akan mengupayakan sistem itu," katanya.
Lebih lanjut dikatakan, seluruh Perum Bulog Divre di Aceh telah bersinergi untuk menjajaki kawasan pertanian tanaman cabai, akan tetapi semua kawasan yang dijajaki oleh masing-masing Sub Divre Bulog mengalami kendala serupa, aartinya keberadaan tanaman cabai merah tidak seperti tanaman padi.
Sebut Ade, bahkan untuk upaya stabilisasi harga cabai ini, Bulog Meulaboh telah mencari relasi hingga ke Sumatera Utara, akan tetapi hasil penjajakan di daerah kelahiranya itupun sedang mengalami masa sulit produksi tanaman cabai.
Apalagi saat Erupsi Gunung Sinabung cukup mempenggaruhi produksi pertanian mereka, kawasan yang sudah dijajaki seperti di Karoe, Simalungun dan Batubara, di kawasan sentra pertanian itu saat ini dikabarkan sedang mengalami kesulitan.
"Sebagai penugasan, kita disini sudah berusaha, tapi kondisi alam menang seperti itu. Apalagi ini sudah jelang akhir tahun, kemukinan pada 2017 kita akan koordinasi intensif dengan pemerintah daerah untuk mengupayakan terserap produksi cabai masyarakat petani," katanya menambahkan.
Ade mengakui selama 2016 berjalan, belum sedikitpun cabai petani telah terserap oleh Sub Divre Bulog Meulaboh, sementara untuk 2017 pihaknya juga belum berani menyatakan target serapan karena tidak ada lahan pertanian pendukung bahan baku.
Bulog menyarankan pemerintah daerah di wilayah kerjanya untuk memprioritasnya pengembangan komoditas cabai, bukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan pasar, akan tetapi lebih dari itu dapat menjadi sumber utama perekonomian masyarakat.
Apalagi saat ini pemerintah pusat telah menugasi Perum Bulog untuk menyerap/membeli cabai produksi masyarakat petani, sehingga upaya untuk stabilitasi harga itu dapat selalu dilakukan apabila bahan baku tercukupi.
"Untuk impor cabe saya melihat itu belum, apalagi dari daya tahan komoditas cabai merah ini susah. Ke depan kita harapkan pertanian tanaman cabai ini dapat dikembangkan di setiap daerah kita," katanya menambahkan. (Ant).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Leli Nurhidayah
Tag Terkait: