Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sjarief Widjaja mengemukakan, program pembangunan Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) di berbagai daerah bertujuan untuk mengembangkan jaringan konektivitas.
"Sentra-sentra ini terletak di pulau-pulau terluar yang semuanya daerah (penangkapan) ikan, tetapi tidak punya konektivitas yang bagus," kata Sjarief Widjaja dalam Rapat Dengar Pendapat KKP dengan Komisi IV DPR di Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Menurut Sjarief, karena tidak ada konektivitas yang memadai, maka kerap ditemukan adanya hasil tangkapan ikan yang terpaksa dibuang atau dikubur secara massal.
Sekjen KKP juga mengungkapkan, pihaknya telah berbicara dengan Kementerian Perhubungan untuk dapat membuka jalur pulau-pulau terluar seperti dari Saumlaki dan Kupang ke Timor Leste dan Darwin (Australia), atau jalur langsung dari Sulawesi Utara ke Palau dan Guam (AS).
Sjarief berpendapat bahwa cara tersebut merupakan terobosan karena bila ekspor ikan harus ditarik dahulu ke Jakarta sebelum dibawa ke luar negeri, maka biayanya akan jauh lebih mahal.
"Di sektor kelautan dan perikanan tidak mungkin membangun secara parsial," katanya.
Dia juga menuturkan kemajuan pembangunan berbagai SKPT seperti di Merauke yang pelabuhannya sudah selesai dan kini bergerak ke hilirnya, serta di Timika yang berdekatan dengan Freeport sehingga pihaknya juga berupaya memasukkan menu ikan ke dalam konsumsi perusahaan multinasional tersebut.
Sebelumnya, pengembangan industri perikanan khususnya unit pengolahan ikan (UPI) yang tersebar di berbagai daerah membutuhkan pasokan listrik untuk operasionalisasi serta pembenahan konektivititas guna mengurangi beban logistik.
"(Industri perikanan) akan berubah bila listrik tersedia dengan baik dan konektivitas berkembang dengan cepat," kata Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Perbowo dalam "journalist workshop" yang digelar di KKP, Jakarta, Rabu (16/11).
Nilanto Perbowo mengingatkan bahwa dari sebanyak 61.603 unit UPI yang ada di Indonesia, hanya sekitar 1,2 persen atau 718 unit yang merupakan UPI skala besar.
Berdasarkan jenis olahannya, UPI skala besar dan menengah didominasi 59 persen oleh UPI jenis olahan ikan beku, sedangkan 36 persen UPI skala mikro-kecil adalah UPI jenis olahan ikan asin.
Sedangkan berdasarkan volumenya, UPI skala besar-menengah mengolah 414.735 ton ikan beku pada tahun 2015, dan UPI skala mikro-kecil mengolah 2.028.651 ton ikan asin pada periode yang sama.
Menurut Nilanto, masih banyaknya "cold storage" (tempat penyimpanan pendingin) berada di kawasan Barat dinilai karena pasokan listrik dan konektivitas di kawasan tersebut lebih memadai. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Sucipto
Tag Terkait: