Gagasan tentang penyederhanaan mata uang atau redenominasi sudah lama bergulir, tepatnya pada tahun 2010 silam. Namun, hal tersebut mangkrak karena rancangan undang-undang tentang redenominasi tersebut kalah populer oleh proses jelang pemilu di 2014. Maklum, di saat yang sama pemerintah tengah menyiapkan pesta demokrasi untuk pemilihan presiden baru.
Sekarang wacana tersebut kembali digaungkan. Lagi-lagi usulan tentang redenominasi berada di ujung masa pemerintahan terpilih saat ini.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menuturkan perihal redenominasi sudah diusulkan oleh pemerintah untuk dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini dilakukan karena, menurut Agus, saat ini merupakan saat yang tepat untuk melakukan penyederhanaan nilai mata uang di mana kondisi perekonomian tengah stabil.
"Redenominasi itu tidak singkat, butuh waktu delapan tahun untuk efektifnya," katanya di Jakarta, Selasa (3/1/2017).
Lebih lanjut, dirinya menduga RUU redenominasi tidak bisa masuk dalam program legislasi nasional tahun ini karena saat ini masih ada RUU lain yang tengah dibahas oleh parlemen. Namun, jika ternyata parlemen dapat menyelesaikan pembahasan dengan lebih cepat tentu RUU tentang redenominasi dapat masuk dalam pembahasan tahun ini.
Sejatinya, tujuan dari redenominasi adalah penyederhanaan jumlah digit pada denominasi atau pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga, atau nilai rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa. Selain itu, redenominasi juga dapat menjadi suatu cara untuk meningkatkan kepercayaan terhadap mata uang rupiah.
Di samping itu, melalui redenominasi dapat mencerminkan kesetaraan kredibilitas dengan negara maju lainnya di kawasan yang akhirnya dapat mencegah terjadinya kendala teknis akibat jumlah digit yang besar dalam sistem nontunai. Ujungnya adalah meningkatkan efisiensi transaksi dalam perekonomian.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gito Adiputro Wiratno
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: