Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menilai penurunan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia atau rasio gini belum menunjukkan perbaikan pemerataan kesejahteraan yang ideal, yaitu meningkatnya kesejahteraan masyarakat golongan bawah sehingga masuk ke kategori menengah.
Melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (3/2/2017), Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengatakan penyempitan ketimpangan lebih banyak didorong oleh penurunan 20 persen golongan berpengeluaran tertinggi.
Pada September 2015, 20 persen golongan berpengeluaran tertinggi mencapai 47,85 persen dari total pengeluaran penduduk, namun pada September 2016 turun 1,29 persen menjadi 46,56 persen.
Sementara 40 persen golongan berpengeluaran terendah hanya berkurang 0,34 persen, dari 17,45 persen pada September 2015 menjadi 17,11 persen pada September 2016.
"Dengan kata lain, kelompok masyarakat ekonomi lemah sebenarnya belum terlalu banyak berubah kesejahteraannya, hanya golongan kaya yang lebih banyak menurun pengeluarannya," ucap Faisal.
Dia melanjutkan pendapatan golongan atas banyak dipengaruhi antara lain oleh menurunnya ekspektasi ekonomi dan perlambatan aktivitas ekspor akibat melemahnya pertumbuhan ekonomi global.
"Aktivitas ekspor-impor sendiri dalam beberapa tahun terakhir mengalami perlambatan yang lebih dalam dibandingkan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia secara umum," kata Faisal.
Selain itu, Faisal mengungkapkan berdasarkan data historis saat krisis global 2008 dan pertumbuhan PDB pernah jatuh hingga 4,6 persen, rasio gini Indonesia mencapai 0,35, lebih rendah dibandingkan periode sekarang.
Namun, beberapa tahun kemudian ketika ekonomi tumbuh hingga di atas 6 persen, rasio gini juga merangkak naik mencapai 0,41 (2011-2015).
"Apabila ke depan ekonomi Indonesia tumbuh lebih tinggi dan pada saat yang sama rasio gini juga terus menurun, hal ini yang menjadi indikasi kuat kesuksesan program pemerintah dalam mengatasi ketimpangan kesejahteraan masyarakat," kata Faisal.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia menurun, terlihat dari rasio gini yang pada September 2016 tercatat sebesar 0,394.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan faktor yang berpengaruh terhadap perbaikan tingkat ketimpangan pengeluaran selama periode September 2015-September 2016 adalah karena kenaikan pengeluaran per kapita per bulan penduduk kelompok 40 persen terbawah dan 40 persen menengah yang meningkat lebih cepat dibandingkan penduduk kelompok 20 persen teratas.
"Kenaikan pengeluaran perkapita September 2015-September 2016 untuk kelompok penduduk 40 persen terbawah, 40 persen menengah dan 20 persen teratas, berturut-turut adalah sebesar 4,56 persen, 11,69 persen dan 3,83 persen," jelas dia.
Menurut Suhariyanto, kenaikan pengeluaran penduduk 40 persen menengah ini sejalan dengan penguatan ekonomi penduduk kelas menengah terutama bagi mereka yang bekerja di sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
"Menguatnya perekonomian ini ditandai dengan meningkatnya jumlah penduduk bekerja dengan status berusaha sendiri atau dibantu pekerja tidak dibayar yang merupakan kelompok terbesar pada kelas menengah sebagai dampak dari kondusifnya pengembangan UMKM," kata dia. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman
Tag Terkait: