Rapat Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan menilai stabilitas sektor jasa keuangan Indonesia saat ini berada dalam kondisi normal di tengah tingkat risiko kredit yang dapat dikendalikan atau "manageable".
Melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (17/2/2017), OJK akan memantau kondisi ekonomi global yang dapat memengaruhi sektor jasa keuangan, seperti kebijakan Amerika Serikat, hasil pemilu di Eropa dan potensi devaluasi Yuan.
OJK menilai kekhawatiran kebijakan Presiden AS Donald Trump tercatat memberikan sentimen negatif meskipun pertumbuhan ekonomi global diproyeksikan membaik di 2017 dan mampu menjadi sentimen positif pergerakan pasar keuangan dunia.
Selain "downside risk" kebijakan Trump, pasar global juga terpapar oleh beberapa risiko lain seperti Brexit, euroskeptisisme, dan aliran modal keluar dari Tiongkok.
Kinerja indeks harga saham gabungan (IHSG) bergerak relatif stabil, dan hanya melemah tipis 0,05 persen dibandingkan penutupan 2016.
Meski sempat mengalami tekanan jual yang relatif besar pada paruh pertama Januari didorong oleh sentimen negatif Trump, tekanan net sell berangsur mereda di minggu terakhir seiring perbaikan harga komoditas dan rilis laporan keuangan sektor perbankan.
Per Januari 2017, net sell investor nonresiden tercatat sebesar Rp1 triliun.
Berbeda dengan pasar saham, pasar surat berharga negara (SBN) terpantau menguat, yield SBN untuk tenor jangka pendek, menengah, maupun panjang turun masing-masing sebesar 54 bps, 26 bps, dan 10 bps.
Per akhir Januari 2017 nonresiden membukukan net buy sebesar Rp19,7 triliun.
Intermediasi Membaik OJK memandang indikator kinerja intermediasi sektor jasa keuangan, atau kegiatan pengalihan dana dari penabung peminjam, secara mayoritas bergerak membaik pada Desember 2016.
Dana Pihak Ketiga (DPK) Desember 2016 tumbuh sebesar 9,60 persen secara tahunan (yoy), lebih tinggi dari November 2016 sebesar 8,40 persen.
Pertumbuhan DPK ini juga meningkat dibanding tahun 2015 (7,26 persen).
Namun, pertumbuhan kredit Desember 2016 turun dari 8,46 persen di November 2016 menjadi 7,87 persen yoy.
Pertumbuhan piutang pembiayaan terus menunjukkan peningkatan dan tercatat sebesar 6,67 persen yoy di Desember 2016 dibanding November 2016 sebesar 5,48 persen.
Pertumbuhan ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan 2015 yang membukukan kontraksi 0,80 persen.
Sementara itu, risiko kredit lembaga jasa keuangan (LJK) terpantau berada dalam level yang dapat dikendalikan.
Rasio NPL perbankan Desember 2016, baik gross maupun net, menurun ke level 2,93 persen dan 1,24 persen dibandingkan pada bulan November 2016 yaitu 3,18 persen (gross) dan 1,43 persen (net).
Kemudian, rasio NPF Desember 2016 tercatat pada level 3,26 persen, sedikit meningkat dari posisi November 2016 sebesar 3,20 persen.
Likuiditas dan permodalan LJK juga masih berada pada level yang baik. Indikator likuiditas perbankan dalam kondisi memadai, bahkan meningkat jika dibandingkan bulan sebelumnya.
Dari sisi permodalan, ketahanan LJK domestik secara umum berada pada level yang sangat mencukupi untuk mengantisipasi potensi risiko.
Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan per Desember 2016 mencapai 22,93 persen.
Pertumbuhan ekonomi domestik diperkirakan meningkat sejalan dengan proyeksi pembangunan infrastruktur dan perbaikan harga komoditas. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: