Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        KPPU 'Belum Puas' dengan Denda Rp25 Miliar Honda dan Yamaha

        KPPU 'Belum Puas' dengan Denda Rp25 Miliar Honda dan Yamaha Kredit Foto: Tri Yari Kurniawan
        Warta Ekonomi, Makassar -

        Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (Yamaha) dan PT Astra Honda Motor (Honda) terbukti bersalah melakukan kartel dalam industri sepeda motor jenis skuter matik 110-125 cc di Indonesia. Dalam sidang putusan, Senin (20/2/2017), kedua pabrikan tersebut didenda hingga Rp25 miliar. Denda tersebut terbilang minim dibandingkan keuntungan yang diperoleh kedua perusahaan otomotif asal Jepang.

        Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf terkesan "tidak puas" dengan denda yang minim tersebut. Namun, denda Rp25 miliar merupakan denda maksimal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

        "Itu memang denda maksimum yang bisa dikenakan. Lebih dari itu, enggak boleh," kata Syarkawi usai mengikuti diskusi Agenda Ekonomi 2025 di Makassar, Sulsel, Senin (20/2/2017).

        Menurut Syarkawi, melalui revisi UU Persaingan Usaha yang sementara bergulir di Badan Legislatif DPR RI, pihaknya mengharapkan denda bagi para pelaku usaha yang culas bisa lebih besar. Dengan begitu, ada efek jera bagi pelaku usaha sehingga tidak mencoba melakukan praktik kartel maupun monopoli.

        "Makanya, kita meminta ke Baleg DPR RI untuk merevisi UU terkait sehingga KPPU bisa mendenda lebih dari itu (Rp25 miliar)," ucapnya.

        Syarkawi mengharapkan pelaku usaha yang melakukan praktik kartel bisa didenda sebesar keuntungan yang diperoleh. Penerapan denda seperti itu sudah lebih dulu diterapkan oleh pemerintah Jepang.

        "Memang sebaiknya denda yang dijatuhkan harus sebanyak keuntungan yang diperoleh dari tindakan anti-persaingan tersebut," ucap alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin ini.

        Sebelumnya, anggota Komisi VI DPR RI, Eka Sastra, mengakui selain penguatan kewenangan KPPU, revisi UU Persaingan Usaha juga menggodok besaran denda bagi para pelaku usaha yang melakukan praktik kartel.

        "Denda Rp25 miliar yang berlaku sekarang memang hanya akan membuat para kartel tertawa karena mereka dapat keuntungan yang jauh lebih besar," ucapnya.

        Eka menjelaskan terdapat dua opsi denda bagi para kartel yang sedang digodok dalam revisi UU Persaingan Usaha. Opsi pertama, besaran denda diperbesar, tapi dipatok maksimal Rp1 triliun. Opsi kedua, besaran dendanya tidak terbatas bergantung keuntungan yang diperoleh dari perbuatannya dalam praktik usaha tidak sehat.

        "Besaran denda itu masih diperdebatkan," sebutnya.

        Diketahui, Ketua Majelis Komisi Tresna Priyana Soemardi memutuskan Yamaha dan Honda terbukti bersalah melakukan praktik kartel yang melanggar Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Atas praktik kartel itu, Yamaha didenda Rp25 miliar dan Honda didenda Rp22,5 miliar. Uang denda tersebut disetor ke kas negara dan masuk sebagai pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha.

        Untuk diketahui, kasus ini bermula dari kecurigaan KPPU terhadap penguasaan pasar kedua pabrikan asal Jepang itu di kelas motor skuter matik 110-125 cc di Indonesia. Kedua pabrikan itu disebut menguasai 97 persen pasar dalam beberapa tahun terakhir.

        Investigator KPPU juga menemukan adanya pergerakan harga motor skutik Yamaha dan Honda yang saling beriringan. Mereka menganggap adanya perjanjian tak tertulis di antara pemimpin kedua pabrikan itu untuk mengatur harga jual skutik.

        Dalam sidang mereka telah menyimpulkan bahwa Yamaha dan Honda terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran Pasal 5 Ayat (1) UU No 5 Tahun 1999. Mereka juga merekomendasikan majelis hakim agar menjatuhkan hukuman berdasarkan Pasal 47 UU No 5 Tahun 1999.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Tri Yari Kurniawan
        Editor: Cahyo Prayogo

        Bagikan Artikel: