Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti), Mohamad Nasir menyatakan rektor harus bertanggung jawab jika terjadi aksi radikalisme di lingkungan perguruan tinggi.
Usai deklarasi antinarkoba dan radikalisme di Universitas Negeri Semarang, Semarang, Sabtu (6/5/2017), Nasir akan memberikan sanksi tegas pada rektor jika terjadi radikalisme di lingkungan perguruan tinggi.
"Nanti kami akan lihat, apakah radikalisme itu karena pembiaran atau ketidaktahuan," katanya.
Rektor, kata dia, harus mampu memantau, mengendalikan, dan mendelegasikan tugasnya sehingga radikalisme tidak terjadi di kampus.
Deklarasi antinarkoba dan juga antiradikalisme tersebut, kata dia, merupakan karena pengaruh internasional dan globalisasi.
"Oleh karena itu, kami bersama Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) membahas mengenai radikalisme di kampus karena ini berkaitan dengan masa depan bangsa," kata dia.
Kemristekdikti juga telah menyusun kurikulum dalam mencegah radikalisme dengan memasukkan muatan mengenai bela negara sejak 2016.
Dalam kesempatan itu, dia juga menghimbau agar rumah ibadah tidak hanya dikuasai oleh kelompok tertentu.
Kepala BNPT Suhardi Alius mengatakan wadah pendidikan merupakan tempat persemaian generasi berikutnya, oleh karenanya harus steril dari radikalisme dan narkoba.
"Radikalisme itu membutuhkan waktu yang panjang, oleh karenanya kampus harus mampu mencermati jika terjadi perubahan pada mahasiswa maupun dosen, misalnya membentuk kelompok eksklusif, karena itu merupakan tanda-tanda menjadi radikal," kata Suhardi.
Suhardi mengatakan cukup banyak akademisi yang ikut ke dalam ISIS, kondisi itu harus diperhatikan secara serius oleh pimpinan perguruan tinggi.
"Pimpinan perguruan tinggi harus mampu mendeteksi dan mencegahnya. Bagaimana nanti formatnya, nanti dipikirkan bersama,"cetus Suhardi. (HYS/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Hafit Yudi Suprobo
Tag Terkait: