Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Malang, Jawa Timur menggandeng kepolisian setempat untuk melakukan penertiban Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA) bukan bank yang beroperasi secara ilegal atau belum berizin.
Kepala KPw BI Malang Dudi Herawadi di Malang, Senin (19/6/2017), mengatakan berdasarkan Peraturan BI No 18/20/PBI/2016 tentang KUPVA bukan bank, kegiatan tersebut harus berizin dan batas toleransinya sampai 7 April 2017. "Dan, sekarang batas waktu iu sudah terlewati, sehingga sudah waktunya dilakukan penindakan," kata Dudi Herawadi.
Oleh karena itu, katanya, pihaknya berkoordinasi dengan kepolisian terkait upaya penindakan terhadap KUPVA bukan bank yang ilegal alias tidak mengantongi izin tersebut. "KUPVA-KUPVA ilegal ini memang sudah waktunya ditindak tegas," ucapnya.
Sebelum batas akhir pengajuan izin, jumlah KUPVA bukan bank di wilayah Malang raya mencapai 11 perusahaan. Namun, setelah dilakukan sosialisasi bahwa per-7 April 2017, KUPVA bukan bank harus berizin, ada tiga perusahaan yang mengajukan izin.
Dari tiga perusahaan tersebut, dua perusahaan masih terus proses perizinannya, sedangkan satu perusahaan lainnya menyatakan mengundurkan diri, tidak meneruskan proses permohonan perizinannya.
Sementara itu, Kepala Tim Sistem Pembayaran Pengelolaan Uang Rupiah, Layanan dan Administrasi (SP PUR LA) BI Malang Rini Mustikaningsih belum lama ini mengatakan banyaknya kegiatan KUPVA bukan bank di wilayah kerjanya yang tidak memiliki izin usaha tersebut karena ketidaktahuan pemilik.
Ia mencontohkan di Kabupaten Malang ada belasan KUPVA yang beroperasi dan memasang banner, tetapi tidak mengantongi izin. Para pemilik KUPVA ini rata-rata tidak tahu kalau usaha mereka juga harus mengantongi izin. Pengusaha KUPVA di wilayah kerja BI Malang rata-rata hanya mengantongi izin dari Dinas Perdagangan di daerah setempat saja, padahal KUPVA juga harus memiliki izin dari instansi terkait lainnya, termasuk BI.
BI, lanjutnya, sudah beberapa kali melakukan tindakan persuasif agar KUPVA yang belum berizin segera mengurus izinnya. Hingga saat ini baru ada 10 KUPVA yang memiliki izin, sedangkan lainnya masih belum, namun sudah mengajukan proses perizinan.
KUPVA -KUPVA tersebut, tidak hanya sekadar mengantongi izin semata, tetapi secara berkala harus melaporkan kegiatan dan transaksi KUPVA-nya.
Menyinggung modal awal setor untuk membuka KUVA, Rini mengatakan minimal Rp100 juta dan harus WNI. Namun, ada beberapa daerah yang modal setor awalnya lebih tinggi, yakni Rp250 juta, seperti di Batam, Denpasar dan Kabupaten Badung.
"Modal setor awal sebesar Rp250 juta itu menyesuaikan dengan kondisi daerahnya, namun untuk daerah lainnya tetap Rp100 juta," ujarnya.
Menyinggung KUPVA yang bandel tidak mengurus izinnya, tetapi tetap beroperasi, Rini mengatakan itu kewenangan aparat kepolisian. "Saya rasa aparat memiliki pasal-pasal sendiri untuk menjerat KUPVA-KUPVA yang bandel itu, BI tidak punya kewenangan untuk mengeksekusi, tetapi mengedukasi," ujarnya. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: