Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Barat berharap polemik pembentukan Perseroan Terbatas Bank Perkreditan Rakyat (BPR) NTB segera diselesaikan oleh pemerintah daerah sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran di kalangan nasabah di wilayah itu.
"Saya berharap polemik tersebut juga tidak mempengaruhi para karyawan delapan BPR yang akan digabung," kata Kepala OJK NTB Yusri di Mataram, Minggu (13/8/2017).
Saat ini, proses merger delapan Perusahaan Daerah (PD) BPR NTB milik Pemerintah Provinsi NTB dan 10 pemerintah kabupaten/kota menjadi satu perusahaan dalam bentuk PT masih belum bisa diwujudkan. Hal itu disebabkan Pemerintah Kabupaten Sumbawa dan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat sebagai pemegang saham belum memberikan persetujuan yang menjadi persyaratan OJK.
OJK, kata Yusri, pada posisi menunggu kepastian karena "bola" penggabungan delapan perusahaan daerah tersebut ada di tangan para pemegang saham.
"Pada prinsipnya kami menunggu bola. Kalau para pemegang saham belum menyelesaikan persyaratan yang harus dipenuhi, kami tentu tidak bisa menerima 'bola' itu," ujarnya.
Menurut dia, pembentukan PT BPR NTB bisa saja dilakukan, meskipun tanpa persetujuan Pemerintah Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat, sebagai bagian dari pemegang saham.
Dengan demikian, hanya enam BPR yang akan digabung menjadi satu perusahaan, yakni PD BPR NTB Mataram, PD BPR NTB Lombok Barat, PD BPR NTB Lombok Tengah, PD BPR NTB Lombok Timur, PD BPR Dompu, dan PD BPR NTB Bima. Namun, lanjut Yusri penggabungan enam PD BPR NTB bisa dilakukan jika ada landasan hukum.
Sementara dasar hukum yang dipakai oleh para pemegang saham untuk menggabungkan delapan perusahaan daerah menjadi satu perseroan terbatas, yakni Peraturan Daerah (Perda) tentang Penggabungan Delapan PD BPR NTB.
"Jika tidak ingin memasukkan Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat, harus diubah dulu perdanya," ucapnya pula.
Wakil Ketua DPRD NTB Mori Hanafi mendukung penggabungan delapan perusahaan daerah tersebut demi efisiensi anggaran. Menurut politisi Partai Gerindra ini, struktur organisasi di delapan PD BPR NTB saat ini terlalu gemuk sehingga kurang efisien dari sisi anggaran karena banyak pejabat yang harus digaji.
"Jika dilakukan penggabungan menjadi satu perusahaan, otomatis struktur organisasinya akan lebih ramping karena hanya satu direktur utama dan satu komisaris utama," katanya. (CP/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: