Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        CITA: Target Belanja Negara 2018 Terlalu Pede

        CITA: Target Belanja Negara 2018 Terlalu Pede Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Lembaga kajian independen Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) menilai target belanja negara dalam RAPBN 2018 yang meningkat berkisar 6,35 persen - 14,48 persen dari proyeksi realisasi 2017, terlalu optimistis.

        "Menurut kami target ini masih terlalu optimistis," kata Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo dalam pernyataan resmi yang diterima Antara di Jakarta, Selasa (22/8/2017).

        Jika dibandingkan dengan realisasi 2017, realisasi belanja negara per Juni baru mencapai pertumbuhan 3,23 persen secara tahunan (year on year).

        Dengan angka tersebut, lanjut Yustinus, pihaknya memproyeksikan skenario pesimis realisasi belanja negara mencapai 91,45 persen dari target atau tumbuh 14,48 persen.

        Sedangkan untuk skenario moderat, CITA memproyeksikan kenaikan anggaran belanja akan meningkat sebesar 10,34 persen dan skenario optimis pihaknya memproyeksikan kenaikan anggaran belanja hanya 6,35 persen.

        "Target realisasi belanja dalam RAPBN 2018 cukup berat untuk dicapai, terutama jika kita melihat bagaimana pemerintah mengerem belanja negara pada kuartal IV tahun 2016 demi menjaga defisit APBN. Perlu terus didorong realokasi atau pergeseran pos belanja yang lebih produktif," katanya.

        Sementara itu, defisit anggaran dalam RAPBN 2018 ditetapkan sebesar Rp325,93 triliun. Target tersebut turun Rp22,56 triliun dari target defisit anggaran pemerintah dalam APBNP 2017 yaitu 2,67 persen dari PDB 2017 atau Rp348,49 triliun. Jika dibandingkan dengan proyeksi realisasi 2017, target defisit anggaran turun Rp71,47 triliun dan Rp146,45 triliun.

        "Menekan angka defisit anggaran menciptakan dilema. Jika pemerintah mengerem realisasi belanja demi mengurangi defisit maka bisa saja terjadi pelemahan pertumbuhan ekonomi dan penerimaan perpajakan, yang pada akhirnya tidak mampu mengurangi defisit anggaran," ujar Yustinus.

        Dengan demikian, lanjutnya, sebelumnya pemerintah harus memastikan bahwa pengeluaran anggaran dialokasikan dengan tepat. Utang masih terbuka sebagai pilihan dengan syarat dialokasikan untuk sektor produktif dan disesuaikan dengan kemampuan membayar.

        "Salah satu ruang yang bisa digunakan untuk menekan beban utang adalah memanfaatkan rating yang membaik untuk menurunkan yield atau imbal hasil," kata Yustinus. (Ant)

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: