PT Vale Indonesia Tbk (INCO) tampak tertekan dalam kinerja keuangannya. Pada sembilan bulan pertama tahun ini, perusahaan yang berbasis bisnis pada produksi nikel ini harus rela kembali menorehkan rapor merah dalam catatan rugi bersihnya, perseroan mengalami pembengkakan kerugian sebesar 182,85% menjadi USD19,8 juta. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu Vale Indonesia masih sanggup menahan derita ruginya di angka USD7 juta.
Menilik pada laporan keuangan perusahaan, Kamis (26/10/2017), membengkaknya rugi bersih perusahaan diduga terjadi lantaran harga bahan bakar utama perusahaan, yakni High Sulfur Fuel Oil (HSFO) mengalami peningkatan tajam ke angka USD51,80 per barel dari posisi sebelumnya USD36,90 per barel. Padahal, konsumsi HSFO perseroan pada Januari hingga September 2017 mencapai 1,20 juta barel.
Peningkatan juga terjadi pada harga rata-rata batu bara yang meningkat menjadi USD123,34 per dry metric ton (DMT) sementara konsumsi batu bara perusahaan mencapai 282,55 ribu ton.?
Menyoal produksi nikel perusahaan, CEO sekaligus Presiden Direktur Vale Indonesia Nico Kanter mengatakan penjualan nikel matte perusahaan berhasil meningkat menjadi 57,72 ribu metrik ton dengan harga realisasi rata-rata sebesar USD7.773 per ton. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu penjualan nikel matte perusahaan hanya mencapai 57,28 ribu metrik ton dengan harga realisasi rata-rata di angka USD7.078 per ton.
"Pendapatan perusahaan berhasil naik menjadi USD448,7 juta dari periode yang sama tahun lalu USD405,5 juta," katanya di Bursa Efek Indonesia, Kamis (26/10).
Lebih lanjut dirinya mengatakan hingga September tahun ini, perseroan telah menggelontorkan dana belanja modal sebesar USD16,9 juta dari total proyeksi hingga akhir tahun ini USD66 juta. Hingga akhir tahun ini, perseroan membidik angka produksi nikel dalam matte sebesar 78 ribu ton.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gito Adiputro Wiratno
Editor: Fauziah Nurul Hidayah