Bali mengekspor ikan dan udang sebesar 11,10 juta dolar AS selama bulan September 2017 atau meningkat US$2,23 (25,16 persen) dibandingkan bulan sebelumnya (Agustus 2017) tercatat 8,87 juta dolar AS.
"Hasil pengapalan ikan dan udang tersebut dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya juga meningkat 3,13 juta dolar AS atau 39,24 persen, karena bulan September 2016 hanya menghasilkan 7,97 juta dolar AS," kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali Adi Nugroho, di Denpasar, Senin (20/11/2017).
Ia menyebutkan, ekspor ikan dan udang tersebut mampu memberikan kontribusi sebesar 25,16 persen dari total ekspor Bali sebesar 44,15 juta dolar AS selama bulan September 2017, meningkat 1,08 juta dolar AS atau 2,51 persen dibanding bulan sebelumnya tercatat 43,07 juta dolar AS.
Namun total ekspor Bali tersebut dibandingkan dengan bulan yang sama tahun sebelumnya mengalami kenaikan sebesar 3,64 juta dolar AS atau 8,99 persen, karena nilai ekspor Bali bulan September 2016 hanya menghasilkan 40,51 juta dolar AS.
Pasaran China menyerap paling banyak pengapalan ikan dan udang dari Bali yang mencapai 27,32 persen, menyusul Amerika Serikat 27,03 persen, Jepang 18,34 persen, Hong Kong 6,12 persen, Australia 4,27 persen, Singapura 0,85 persen, Jerman 1,17 persen, Prancis 1,30 persen dan sisanya 12,90 persen ke berbagai negara lainnya di belahan dunia.
Adi Nugroho menambahkan, ikan dan udang merupakan salah satu dari lima komoditas utama ekspor Bali yang memberikan andil terbesar, yakni sebesar 25,16 persen, menyusul produk perhiasan (permata) 16,41 persen dan produk pakaian jadi bukan rajutan 14,59 persen.
Selain itu, juga produk kayu dan berbagai jenis cenderamata dari bahan baku kayu 8,46 persen serta produk perabot dan penerangan rumah 6,36 persen serta 29,02 persen sisanya berbagai komoditas lainnya.
Adi Nugroho menambahkan, meskipun nilai ekspor ikan dan udang itu cukup besar, namun peran terhadap pembentuk nilai tukar petani menurun sebesar 0,69 persen dari 107,01 persen pada bulan Agustus 2917 menjadi 106,28 persen pada September 2017.
Indeks harga dari hasil produksi yang diterima petani mengalami penurunan 0,71 persen, namun indeks yang diterima petani (Ib) mengalami penurunan lebih kecil yakni sebesar 0,02 persen, sehingga menyebabkan nilai tukar petani subsektor perikanan merosot.
Penurunan indeks harga yang diterima (It) disebabkan oleh merosot harga komoditas perikanan pada perikanan tangkap sebesar 0,97 persen dan perikanan budi daya 0,18 persen.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: