Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BJPT) Herry Trisaputra Zuna mengingatkan bahwa tujuan utama elektronifikasi atau pembayaran dengan kartu elektronik di gerbang tol semata-mata adalah untuk pelayanan bagi pengguna ruas jalan tol.
"Tujuan utama kita (dalam elektronifikasi tol) adalah pelayanan," kata Herry dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Menurut dia, salah satu hal yang saat ini kerap membuat warga enggan menggunakan kartu tol adalah sukarnya melakukan proses "top up" atau isi ulang.
Untuk itu, ia juga telah menyatakan hal tersebut kepada pihak perbankan yang mengeluarkan kartu agar proses "top up" bisa dipermudah dan diperbanyak lokasinya.
Upaya lainnya yang telah dan sedang dilakukan adalah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada warga masyarakat penggunaan uang elektronik di jalan tol.
Sebagaimana diwartakan, PT Jasa Marga (Persero) Tbk mengumumkan, hingga 24 Oktober 2017 progres penetrasi penerapan elektronifikasi di ruas-ruas jalan tol milik BUMN Tol itu beserta kelompok usahanya telah mencapai 92,5 persen.
"Sampai 24 Oktober sudah 92,5 persen. Itu semua di grup Jasa Marga. Sekarang (28/10) mungkin sudah 95 persen," kata Direktur Utama Jasa Marga, Desi Arryani menjawab pers usai "BUMN Hadir di Kampus Tahun 2017" di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Sabtu (28/10).
Menurut Desi, pengguna tol yang belum menggunakan uang elektronik atau masih membayar tunai di tol hingga 24 Oktober itu sekitar 7,5 persen saja sehingga pihaknya optimistis pada tanggal 31 Oktober sudah bisa 100 persen.
Sementara itu, dilaporkan bahwa seorang warga negara Indonesia menggugat ketentuan UU Perlindungan Konsumen ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan kewajiban penggunaan uang elektronik saat membayar jalan tol.
Hak konstitusional pemohon telah dirugikan dengan berlakunya Pasal 4 huruf b UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang UU Perlindungan Konsumen, ujar kuasa hukum pemohon, Eep Ependi di Gedung MK Jakarta, Kamis (16/11).
Pemohon merasa ketentuan itu hanya mengatur hak untuk memilih serta mendapatkan barang atau jasa, tanpa memberikan hak untuk memilih bagaimana cara melakukan pembayaran atas barang atau jasa tersebut. Ketiadaan hak untuk memilih cara pembayaran atas barang atau jasa yang hendak dimiliki atau digunakan, dinilai bertentangan dengan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
Sebelumnya, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai otomatisasi di jalan tol menggunakan uang elektronik gagal menjalankan fungsinya untuk menghemat waktu transaksi di gardu tol.
"Pernyataan pengelola jalan tol bahwa otomatisasi bisa menghemat waktu transaksi di gardu tol 90 persen hingga 100 persen secara kasat mata tidak terbukti," kata Tulus saat dihubungi di Jakarta, Kamis (2/11).
Apalagi, Tulus menilai banyak permasalahan yang terjadi dalam penerapan otomatisasi di jalan tol, misalnya alat pembaca kartu uang elektronik yang lambat membaca bahkan macet karena gagal membaca.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat