Mantan penasihat keamanan nasional bagi Presiden Amerika Serikat (AS) Donlad Trump, Michael Flynn, dalam persidangannya, Jumat (1/12/2017), mengaku telah berbohong kepada Biro Investigasi Federal (FBI) soal kontak yang dilakukannya dengan Duta Besar Rusia Sergei Kislyak.
Sementara itu, jaksa mengatakan bahwa Flynn telah berkonsultasi dengan seorang pejabat senior pada tim peralihan kepresidenan Donald Trump sebelum ia berkomunikasi dengan duta besar tersebut. Flynn pada Jumat muncul dalam persidangan di pusat kota Washington.
Ia menjadi anggota pertama pemerintahan Trump yang menyatakan bersalah melakukan kejahatan, yang terungkap dari penyidikan oleh kantor penasihat khusus AS soal dugaan upaya Rusia untuk mempengaruhi pemilihan presiden AS pada 2016.
Flynn, yang purnawirawan jenderal Angkatan Darat dan anggota tim kampanye Trump, mengakui bahwa ia memberikan sejumlah keterangan palsu kepada FBI soal percakapannya dengan Duta Besar Kilsyak sebelum Trump menjabat sebagai presiden.
ABC News melaporkan bahwa Flynn, yang diancam hukuman penjara hingga lima tahun, siap bersaksi bahwa Trump telah memerintahkannya untuk melakukan kontak dengan Rusia sebelum Trump menjabat sebagai presiden. Jika laporan itu benar, maka Trump berada di posisi yang tidak nyaman setelah dirinya membantah ada persekongkolan antara tim kampanyenya dan pihak Moskow.
Keputusan Flynn untuk bekerja sama dalam penyidikan yang dipimpin Penasihat Khusus Robert Mueller menandai perkembangan besar dalam penyelidikan, yang telah membayang-bayangi pemerintahan Trump sejak presiden asal Partai Republik itu mulai menjabat 20 Januari 2017. Gedung Putih mengatakan bahwa pengakuan bersalah yang disampaikan Flynn pada Jumat itu hanya melibatkan Flynn sendiri.
Flynn dipaksa keluar dari jabatan di Gedung Putih pada Februari karena menyesatkan posisi Wakil Presiden Mike Pence soal pembicaraannya dengan duta besar itu.
Jika terbukti bahwa Trump memerintahkan Flynn untuk berbohong kepada FBI soal kontak yang dilakukannya dengan pejabat-pejabat Rusia, maka tindakan itu akan dianggap sebagai kejahatan. Namun, sejumlah pakar hukum tidak sepakat soal apakah presiden yang sedang berkuasa itu bisa dikenai dakwaan.
Banyak pihak mengatakan bahwa satu-satunya hukuman yang jelas bisa diterapkan kepada seorang presiden yang melakukan tindakan hukum adalah pemakzulan oleh Kongres, demikian laporan Reuters. Menurut Undang-Undang Dasar (UUD) AS, pemakzulan memerlukan suara dukungan mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat dan dua-pertiga suara dukungan di Senat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo