Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan atau yang selanjutnya disebut Proper?merupakan program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mendorong perusahaan untuk dapat memitigasi risiko dalam pengelolaan lingkungan menjadi efektif dan efisien dalam proses produksi dan menjalankan program pemberdayaan masyarakat yang sistematis sehingga mampu berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan di sekitar perusahaan.
PT Pembangkitan Jawa-Bali (PT PJB) yang merupakan anak perusahaan PT PLN (Persero) telah sejak lama mengikuti Proper?dan pada tahun 2016 telah berhasil meraih empat penghargaan Proper?Hijau serta tiga penghargaan Proper?Biru.
Berhasil meraih penghargaan Proper?Hijau menunjukkan bahwa PJB telah berhasil menerapkan kaidah-kaidah Proper?di dalam proses produksi, yaitu dengan tetap memperhatikan upaya-upaya yang mengarah pada pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar sehingga dapat dicapai suatu keunggulan lingkungan (environmental excellence). Adanya program Proper?dari KLHK menjadi pedoman bagi perusahaan dalam mengelola aspek lingkungan dan aspek sosial.
Unit Pembangkitan Paiton (UP Paiton) merupakan salah satu pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dikelola oleh PJB. Pembangkit ini berada di kompleks pembangkit listrik di Kecamatan Paiton, Kabupaten Probolinggo, tepatnya berada di posisi paling timur kompleks yang berada di tepi jalur pantura Surabaya-Banyuwangi. Pembangkit ini mengoperasikan dua PLTU dengan kapasitas 2x400 MW.
Pertanian merupakan salah satu sektor yang diunggulkan di Paiton. Memiliki lahan pertanian yang luas dan dilengkapi dengan sarana irigasi yang memadai sehingga rata-rata pekerjaan warga di Paiton adalah petani. Selain menggarap sawah, petani-petani di Paiton juga memiliki pekerjaan sambilan yaitu sebagai peternak sapi dan kambing.
Pekerjaan sebagai petani dan peternak nyatanya masih belum bisa meningkatkan status kesejahteraan masyarakat sekitar. Banyak kendala yang dihadapi oleh petani, di antaranya ongkos produksi yang tinggi karena harga pupuk terus naik, pengetahuan petani tentang pertanian masih kurang, dan hama yang sulit teratasi.
Sistem pertanian konvensional yang dilakukan disadari atau tidak telah menyebabkan permasalahan lingkungan, di antaranya karena kebiasaan petani membuang kotoran sapi dan ternak di sungai dan aliran irigasi. Pembuangan kotoran ternak bisa berdampak buruk terhadap kualitas air.
Sebagai sebuah perusahaan, PJB UP Paiton berkomitmen secara konsisten turut berkontribusi dalam pengembangan masyarakat melalui pelaksanaan corporate social responsibility (CSR). Program CSR yang dilaksanakan oleh PJB UP Paiton selalu diselaraskan dan merupakan program yang relevan dengan kondisi masyarakat. Menangkap berbagai tantangan dan potensi yang dihadapi oleh para petani di wilayah kecamatan paiton, CSR PJB UP Paiton berinisiasi untuk membantu dengan membawa alternatif penerapan metode pertanian organik.
Potensi menerapkan metode pertanian organik wilayah kecamatan Paiton sudah mulai dilakukan oleh seorang petani bernama Abdul Nasir secara otodidak. Didorong oleh tingginya harga pupuk konvensional akibat kelangkaan yang terjadi di tahun 2008, Abdul Nasir mulai membuat pupuk dari kotoran ternak yang juga belum terkelola dan termanfaatkan dengan baik. Upaya dan semangat Abdul Nasir juga didukung oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Probolinggo dengan penyelenggaraan pelatihan pertanian organik bersamaan dengan petani lainnya.
Bertemu dengan Abdul Nasir pada tahun 2011, CSR PJB UP Paiton berupaya meningkatkan kapasitas petani berusia 47 tahun tersebut untuk dipersiapkan menjadi agen perubahan di wilayahnya. Dukungan yang dilakukan adalah dengan membantu memberikan fasilitas kepada Abdul Nasir dan kelompoknya Sukotani dalam mengembangkan ilmu pertanian organik.
Selain bantuan peralatan pertanian seperti chopper (pencacah), alat ukur PH Tanah, Uji NPK (Nitrogen, Fosfat, Kalium), dan alat pemarut untuk pupuk cair, CSR PJB UP Paiton juga memfasilitasi perkembangan keterampilan pertanian dengan memberikan kesempatan untuk belajar pertanian di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Sebagai upaya untuk mempercepat proses perubahan perilaku para petani untuk menerapkan pertanian organik, CSR PJB UP Paiton yang berpedoman kepada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 03 Tahun 2014 tentang Proper, berinisiatif untuk merancang program pertanian organik yang inovatif dan memberi manfaat bagi petani. Bersama-sama dengan para petani, pemerintah daerah melalui dinas-dinas terkait dan juga LSM setempat disusun rencana strategis Program Organic Integrated System (OIS).
Program OIS hadir sebagai alternatif untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Program OIS memiliki beberapa kegiatan, yaitu Lembaga Pusat Pelatihan Pertanian Tri Karya. Jadi sebagai sarana diseminasi ilmu pertanian organik, produksi pupuk dan pestisida organik, serta pendampingan penerapan pertanian organik. Semua kegiatan tersebut saling mengisi dan terintegrasi.
Tujuan mengimplementasikan program OIS adalah untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Hal tersebut diraih melalui upaya penurunan biaya produksi petani dengan penggunaan pupuk organik, peningkatan wawasan petani mengenai metode pertanian berkelanjutan, mengubah perilaku petani yang tergantung pada?pupuk kimia menjadi menggunakan pupuk organik yang juga dapat menjaga kualitas tanah dan lebih ramah lingkungan.
Pada perjalananya menerapkan pertanian organik juga tidak berjalan mudah. Tantangan penerapan pertanian organik tidak serta-merta diterima oleh masyarakat di wilayah Kecamatan Paiton. Petani lain umumnya pesimis dengan sistem pertanian organik karena proses yang dilakukan membutuhkan waktu yang lama. Ditambah, kian tahun serangan hama semakin ekstrem dikarenakan perubahan iklim yang terjadi secara terus-menerus. Selain hasil, masyarakat terbiasa dengan skema pupuk subsidi yang memudahkan pekerjaan mereka.
CSR PJB UP Paiton bersama Abdul Nasir dan kelompoknya tentu tidak menyerah begitu saja. Karena dirasa sosialisasi yang dilakukan tidak efektif, diciptakan lahan percontohan penerapan pertanian organik seluas satu Ha pada tahun 2014. Eksperimen tersebut ternyata mendapatkan hasil yang luar biasa. Panen yang sebelumnya hanya menghasilkan enam ton/Ha mampu ditingkatkan menjadi 11,4 ton/Ha. Kesuksesan ini kemudian ditawarkan kepada masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
Terdapat perubahan animo petani lain tentang penerapan sistem pertanian organik. Pada tahun berikutnya, Program OIS mampu diterapkan kepada kelompok tani lain untuk ikut serta dan mampu memperluas lahan menjadi 5 Ha. Peningkatan terjadi setiap tahun, hingga 2017, terdapat 19 Ha lahan yang didampingi oleh Abdul Nasir melalui Tri Karya Jadi.
Lahan tersebut dimiliki oleh 61 orang petani. Selain jumlah tersebut, terdapat banyak sekali lahan pertanian dan petani yang menjadikan Tri Karya Jadi pendamping untuk menerapkan sistem pertanian organik di lahannya.
Diseminasi ilmu pertanian ognaik secara konsisten terus dilakukan di lembaga pusat pelatihan Tri Karya Jadi, sampai saat ini sedikitnya sudah ada 645 orang yang telah ikut belajar ilmu pertanian organik. Peserta yang belajar itupun tidak hanya dari golongan petani, tetapi juga siswa-siswa SMK Pertanian Sumber Probolinggo dan SMK Nur Rahmah Probolinggo serta beberapa institusi pendidikan lainnya. Bahkan Tri Karya Jadi juga menjadi rujukan penelitian terkait pertanian ataupun penelitian akhir dari program Sarjana (S1) hingga Doktoral (S3) dari universitas-universitas di Jawa Timur antara lain Universitas Airlangga (UNAIR), Universitas Jember (UNEJ), Universitas Brawijaya (Unbraw), Universitas Budi Utomo Surabaya dan Universitas Zainul Hasan Probolinggo.
Peningkatan hasil panen dan penurunan biaya produksi pertanian atas diterapkannya sistem pertanian organik membuat kesejahteraan petani meningkat. Saat ini anggota kelompok tani memiliki penghasilan perbulan lebih tinggi dari pada UMR Kabupaten Probolinggo dan mulai bisa menyelesaikan permasalahan finansial.
Salah satu permasalahan pelik yang dihadapi oleh petani di wilayah Kabupaten Probolinggo adalah ketergantungan mereka terhadap rentenir atau Bank Titil dalam idiom lokal. Ketergantungan ini disebabkan oleh mahalnya biaya produksi dan seringnya mereka mengalami gagal panen karena serangan hama. Dengan peningkatan yang didapat, perlahan-lahan ketergantungan tersebut dapat dihilangkan. Petani mulai bisa mencicil tanggungan mereka kepada Bank Titil dan tidak meminjam pada musim tanam berikutnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo