ACT DIY bergerak mengatasi permasalahan kelangkaan air bersih di Gunungkidul. Program yang kini sedang dijalankan ACT DIY yakni dropping air bersih dan pembangunan sumur wakaf dari Global Wakaf ACT. Upaya dropping air bersih merupakan program yang dilakukan ACT DIY sejak setahun lalu. Air bersih dikirimkan ke desa-desa terdampak kekeringan dengan menggunakan armada truk tangki berkapasitas 5000 liter.
Kepala Cabang ACT DIY, Agus Budi Hariyadi, menuturkan, rencananya,?dropping air bersih di Gunungkidul akan dilakukan kembali mulai Rabu (25/7/2018) pekan ini. Tahap awal sebanyak 200 truk tangki dan akan ditambah sesuai kebutuhan. Berdasarkan pendataan awal yang telah dilakukan, tempat-tempat yang menjadi sasaran awal dropping air bersih adalah kecamatan Girisubo, Semanu, Paliyan, Ponjong dan Gedangsari.
?Harapannya semoga satu truk tangki dapat mencukupi kebutuhan sebanyak 30-50 KK untuk satu pekan,? ujar Kharis Pradana selaku penanggung jawab program Dropping Air Bersih dan Wakaf Sumur Global Wakaf ACT, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (25/7/2018).
Sementara itu, selain ikhtiar melakukan dropping air bersih, upaya lain yang dilakukan adalah menyiapkan program Wakaf Sumur. Kharis mengatakan, Wakaf Sumur merupakan program jangka panjang Global Wakaf ACT DIY. Lewat amanah para pewakaf, dana wakaf digunakan untuk membangun sumur bor di titik-titik rawan kekeringan di Gunungkidul.
"Kami berharap dengan adanya program Dropping Air Bersih dan Wakaf Sumur, masyarakat Gunungkidul perlahan dapat dimudahkan masalahnya. Terutama untuk masalah air bersih yang telah melanda sejak beberapa bulan terakhir,? tambah Kharis.
Sampai saat ini, program Wakaf Sumur Global Wakaf ACT di Yogyakarta telah berjalan di delapan titik. Satu titik berada di wilayah Kota dan tujuh titik lainnya berada di Kabupaten Gunungkidul.
"Global Wakaf ACT DIY berkomitmen untuk terus membangun dua sampai empat Wakaf Sumur setiap bulan di wilayah DIY. Semoga dengan adanya Wakaf Sumur permasalahan kekeringan dan ketersediaan air bersih di Yogyakarta, khususnya di Gunungkidul dapat teratasi,? pungkas Kharis.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan musim kemarau pada 2018 sudah dimulai di bulan April dan kemungkinan akan berakhir di Bulan September mendatang.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, ketika kemarau tiba, biasanya, masyarakat Gunungkidul hanya mengandalkan belik (mata air sungai) yang jauhnya sekitar dua kilometer dari pemukiman. Air yang diambil dari mata air sungai pun hanya digunakan seperlunya untuk kebutuhan cuci rumah tangga dan untuk minum ternak. Kondisi sulit air tentu mengganggu aktivitas masyarakat dan produktifitas peternakan mereka.
"Saat ini, masyarakat di Desa Pacarejo, Semanu mengandalkan sumur galian yang sudah mulai mengering. Sebagiannya sudah membeli air, bahkan sejak awal Bulan Juli kemarin. Sebagian lagi bertahan dengan mengambil air dari jeriken di dusun sebelah," ujar Suhadi, Lurah Desa Pancarejo ketika ditemui tim ACT DIY pada Senin (23/7/2018) kemarin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: