Organisasi komersial maupun nonkomersial mengharapkan memiliki sumber daya manusia (SDM) yang dapat diandalkan agar organisasi dapat mencapai visi dengan efektif. Keunggulan organisasi bahkan ditentukan dari keandalan sumber daya manusia namun di dalam organisasi pasti dijumpai pegawai yang kerap berkeluh kesah, kurang atau tidak memiliki semangat, dan tak peduli dengan lingkungan kerja.
Tentu, pegawai yang demikian tidak dapat mendukung organisasi secara efektif dan efisien. Di sisi lain, ada sejumlah pegawai yang memiliki perilaku positif.
Fenomena dinamika organisasi tersebut menarik perhatian peneliti untuk mempelajarinya. Salah satu konsep yang dikemukakan peneliti dan ahli ilmu manajemen adalah organizational citizenship behavior (OCB). Keputusan yang berasal dari kesadaran sendiri pegawai dan dilakukan secara suka rela di luar kewajiban formal yang tertuang dalam deskripsi pekerjaan dan tidak dikaitkan dengan penghargaan dan imbalan (reward) adalah pengertian konsep OCB.
Baca Juga: Ruang Kantor Jelek, Bisa Jadi Sebab Perusahaan Kehilangan Karyawan Terbaik
Pegawai yang memiliki OCB adalah pegawai yang tidak mudah mengeluh, suka membantu rekan kerja, suka bertutur kata positif di tempat kerja, mengurangi ketegangan atau friksi di tempat kerja karena pegawai dengan OCB memiliki toleransi yang tinggi terhadap kondisi di lingkungan kerja yang kurang ideal. Kemudian pegawai yang memiliki OCB dapat bekerja efisien dan efektif yang ditandai dengan melebihi ekspektasi dan suka memberikan rekomendasi perbaikan organisasi.
Para ahli manajemen sepakat menyatakan bahwa organisasi yang dapat membangun OCB di dalam kognitif hingga menjadi afektif perilaku pegawai akan memberikan manfaat positif bagi organisasi.
Sebagai suatu konsep pada bidang perilaku organisasi, OCB terkesan tumpang tindih dengan keterikatan (engagement) pegawai karena indikator-indikator pada OCB banyak yang mirip dengan engagement. Namun, benang merah antara OCB dan engagement terletak pada pelaksanaan kerja atau atribut eksplisit yang ditampilkan pegawai.
Apabila pegawai menceburkan diri secara totalitas ke dalam pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sesuai dengan ruang lingkup dan deskripsi pekerjaan maka pegawai tersebut menampilkan engagement kepada publik. Sementara jika pegawai melakukan pekerjaan tidak hanya sebatas ruang lingkup dan deskripsi pekerjaan, bahkan tanpa mengaitkan kepada reward, maka pegawai tersebut menampilkan OCB.
Baca Juga: Ini Lho 3 Kriteria Karyawan Yang Paling Dicari Perusahaan, Mau Tahu?
Oleh karena itu, jelaslah bahwa baik OCB dan engagement diperlukan oleh organisasi. Persoalannya adalah baik engagement maupun OCB tidak bisa digeneralisir ke semua individu. Setiap individu memiliki persoalan yang berbeda sehingga tidak menghasilkan OCB dan engagement sesuai harapan organisasi dan atasan. Organisasi berharap semua pegawai dapat menampilkan OCB dan engagement, namun seringkali organisasi mengabaikan persoalan yang dimiliki masing-masing individu yang bisa jadi berasal dari kebijakan dan keputusan manajemen dan atasan.
Sebagai contoh, ketidakharmonisan hubungan antara atasan dan bawahan, ketiadaan gairah (passion) pada pekerjaan baru karena mengalami atau tidak mengalami mutasi dan promosi, kejenuhan atau kebosanan pada pekerjaan yang sudah dijalani bertahun-tahun, ketidakdilan organisasional, serta ketiadaan dukungan dari atasan dan rekan sejawat.
Mengingat begitu banyaknya faktor anteseden yang mempengaruhi terciptanya OCB dan engagement, maka manajemen, khususnya penanggung jawab perilaku organisasi, dan seluruh atasan di dalam organisasi mesti memahami dengan baik faktor anteseden yang mempengaruhi terciptanya OCB dan engagement.
Selain itu, faktor atau kemampuan kepemimpinan, bukan hanya kemampuan manajerial ternyata sangat menentukan keberhasilan OCB dan engagement. Organisasi juga harus berhati-hati pada OCB dan engagement yang artifisial atau kamuflase yakni yang hanya memunculkan ciri-ciri ekstrinsik untuk memuaskan atasan dan untuk mendapatkan penilaian kinerja yang istimewa.
Auditor intern semestinya memahami konsep OCB dan engagement karena bisa jadi banyak temuan audit yang akar masalahnya atau rekomendasi yang hakiki ada pada sumber daya manusia dan perilaku organisasi seperti OCB dan engagement ini.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: