Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara Pemilu menyatakan bahwa sistem e-voting belum bisa diterapkan karena terkendala oleh sejumlah hal, utamanya soal ketersediaan infrastruktur di daerah. Namun, wacana pelaksanaan pemilu secara elektronik perlu segera ditindaklanjuti, setidaknya untuk gelaran pemilu selanjutnya.
Terkait hal itu, pada dasarnya ada dua kategori besar dalam sistem pemungutan suara (voting) secara elektronik, yaitu e-voting dan i-voting. Apa itu? Berikut penjelasannya:
1. I-Voting
Pada dasarnya sistem voting elektronik secara sederhana dapat dimaknai sebagai pemindahan cara-cara manual dalam proses voting ke dalam sebuah sistem elektronik. Rangkaian prosesnya masih sama dengan sistem voting manual, yang secara garis besar meliputi pencatatan daftar nama kandidat untuk dipilih, pencatatan para pemilik hak suara, proses pemilihan hingga tabulasi atau penghitungan jumlah suara yang terkumpul. Keseluruhan tahapan itu diproses melalui sistem komputasi agar lebih cepat dan akurat.
Baca Juga: Indonesia Dianggap Belum Siap, Daerah Ini Malah Sudah Gunakan E-Voting untuk Pilkades
Seiring perkembangan zaman, proses proses komputasi tadi dilakukan dengan memanfaatkan teknologi internet, karenanya sistemnya disebut sebagai i-voting. Kelebihannya adalah dari segi kepraktisan, karena dengan menggunakan jaringan internet, proses pemberian suara bisa dilakukan di mana saja, tanpa harus mengumpulkan para pemilik suara di satu tempat. Beberapa negara yang telah menggunakan sistem ini dalam proses pemilunya diantaranya adalah Estonia, Perancis, Swiss dan juga Filipina. Namun demikian, meski jauh lebih praktis, sistem i-voting justru banyak disoroti karena sangat rawan terhadap potensi serangan siber. Karena itu, banyak negara lain enggan menggunakan sistem ini.
2.?????? E-Voting
Sistem ini telah muncul jauh sebelum e-voting digunakan. Secara sejarah, sistem e-voting setidaknya bisa dibagi dalam empat bagian. Pada tahun 1890-an, sistem ini sudah dipakai dengan menggunakan alat khusus berupa mesin bertuas yang berfungsi untuk menentukan pilihan suaranya. Dalam mesin tersebut si pemilik suara tidak bisa memberikan suaranya terlalu banyak. Sebuah tuas besar akan berfungsi untuk menyimpan data pilihan, sementara mesin bisa digunakan oleh pemilik suara berikutnya.
Tahap kedua dimulai pada pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) pada tahun 2000 lalu. Mesin punch-card digunakan di mana pemilik suara menyelipkan selembar kertas pada buku berisi daftar kandidat yang akan dipilih. Kertas tersebut nantinya akan dilubangi sesuai dengan kolom kandidat yang dipilih. Mesin ini serupa dengan alat pengoreksi jawaban dalam ujian yang mempermudah proses pendataan dan koreksi.
Baca Juga: Andai Pilpres Kemarin Menggunakan Blockchain?
Pada tahap selanjutnya proses voting dilakukan dengan menggunakan mesin bernama direct-recording electronic (DRE) yang pada dasarnya sama dengan mesin voting tuas pada tahap pertama yang kemudian didigitalisasi. Tuas diganti dengan tombol, penghitungan mekanikal diganti dengan data digital.
Pada perkembangannya fungsi tombol juga digantikan dengan layer sentuh. Meski sangat mempermudah, keberadaan DRE juga menimbulkan kritikan lantaran dianggap sebagai satu-satunya instrument tunggal yang menentukan dalam proses pemungutan suara.
Profesor David Dil dari Stanford University kemudian menyatakan penolakannya terhadap DRE sebagai instrument pemungutan suara tanpa disertai dokumen penunjang keahlian suara. Atas kritik ini, pada perkembangannya DRE juga dilengkapi dengan voter verifiable paper audit (VVPAT) yang menjadi penunjang bukti pemungutan suara.
Dengan segala kekurangannya, ditemukannya sistem voting elektronik baik e-voting maupun i-voting tetap harus diapresiasi sebagai satu ikhtiar untuk mempermudah aktifitas manusia, sebagaimana fungsi dan peran dasar sebuah ilmu pengetahuan. Terus resistance terhadap kemajuan teknologi yang terjadi hanya akan membuat kita semakin tertinggal dari laju kehidupan yang terus berkembang. Jadi, lebih pilih mana, e-voting atau i-voting?
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Taufan Sukma
Editor: Kumairoh