Fintech vs Kripto, Regulasi Pemerintah dalam Menumbuhkan Industri Digital
Pertumbuhan ekonomi digital melahirkan industri-industri yang membutuhkan peraturan dan regulasi yang juga baru. Beberapa di antara industri itu, antara lain: teknologi finansial (financial technology/fintech) dan mata uang kripto. Pihak regulator harus memberikan peraturan yang mempermudah pemain industri tersebut agar berkembang dengan baik di Indonesia.
Modal awal jadi salah satu hal yang memberatkan dari peraturan tersebut. Misalnya, pelaku industri kripto wajib menyiapkan modal awal sebesar Rp1 triliun, sedangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menetapkan modal awal sebesar Rp2,5 miliar untuk pemain fintech di Indonesia. Pemain kripto juga perlu mempertahankan 80% dana tersebut dan tidak dapat menggunakannya untuk investasi ulang bisnis mereka.
Baca Juga: Susul Danamas, Empat Fintech ini Terima Izin OJK
Menurut ekonom Universitas Indonesia, Berly Martawardaya, regulasi harusnya memberikan keseimbangan antara memungkinkan jalannya suatu industri yang dapat mendorong perkembangan ekonomi dan melindungi keamanan serta privasi masyarakat.
?Tantangan yang dihadapi pemain tekfin dan kripto saat ini, bisa tumbuh stabil dan minim potensi krisis. Hal tersebut harus ditunjang dengan regulasi yang memberikan keseimbangan potensi ekonomi dan keamanan,? tuturnya dalam keterangan resmi yang diterima Warta Ekonomi, Kamis (16/5/2019).
Menurut Direktur Riset Indef tersebut, pemerintah perlu mendukung kedua industri tersebut melalui regulasi yang berfungsi sebagai pelindung konsumen maupun sebagai peta panduan (roadmap) bagi kedua industri ini.
?Regulasi sandbox yang dibuat OJK terbukti bisa memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap industri tekfin di Indonesia,? ujar Berly mencontohkan.
Baca Juga: OJK Perkuat Pengawasan Sektor Jasa Keuangan Berbasis TI
Senada dengan itu, Kepala OJK, Cirebon Muhammad Lutfi menegaskan bahwa skala prioritas bagi OJK dalam menentukan peraturan untuk pemain P2P di Indonesia merupakan perlindungan konsumen pengguna platform, baik peminjam maupun pemodal. Selain itu, prioritas lainnya adalah penataan dan ketahanan modal penyelenggara.
?Regulasi tentu untuk menata kegiatan bisnis karena sebelumnya belum ada yang mengatur tentang hal tersebut. Jadi bisa menekan angka pemain P2P yang ilegal,? tutur Lutfi.
Lutfi menambahkan, untuk membantu pertumbuhan P2P di Indonesia, selain membuat regulasi, OJK juga bekerja sama dengan asosiasi seperti Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) dalam merumuskan kode etik dan mengkaji ulang aturan secara berkala.
?Kami mengakomodasi masukan-masukan dari para pemangku kepentingan dan mempertimbangkan untuk perkembangan ekosistem tekfin itu sendiri," ujarnya.?
Selain itu, tambahnya, peran OJK dalam mendukung industri ini di tanah air juga dilakukan melalui kegiatan edukasi dan literasi keuangan di berbagai daerah, termasuk skala nasional.
Saat ini, dengan regulasi yang ada,? terdapat lebih dari 99 fintek yang telah terdaftar di OJK berdasarkan situs resmi lembaga tersebut. Jumlah peminjam dan pemberi pinjaman itu sendiri telah mencapai 5,16 juta entitas. Hal ini menunjukkan regulasi OJK bisa menstimulus pertumbuhan industri P2P di Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: