Ditengah situasi memanas usai pengumuman hasil Pilpres 2019 yang berujung kerusuhan 21-22 Mei 2019. Ketua Dewan Pertimbangan Partai Amanat Nasional Amien Rais mengeluarkan statement yang dinilai banyak orang sangat provokatif.
Baca Juga: Ucapan Amien Rais Seperti Bensin Menyiram Kebakaran
Bukannya memberikan pernyataan yang menyejukan agar konflik tidak meluas. Amien Rais justru secara serampangan meletupkan rasa permusuhan antara kubu pendemo dan aparat keamanan saat aksi berlangsung.
Ia bahkan mencoba mengoyak sentimen agama ketika jatuhnya korban jiwa dalam kasus kericuhan yang berlangsung dua hari tersebut. Padahal, Polisi menyatakan tidak mengeluarkan senjata untuk menertibkan massa, hanya menggunakan gas air mata dan tameng saja, tanda aparat bersikap bertahan.
"Saudara ku saya menangis, saya betul-betul sedih, juga marah bahwa polisi-polisi yang berbau PKI telah menembak umat islam secara ugal-ugalan," kata Amien seperti diunggah dalam akun instagran pribadinya, Rabu (22/5).
Tak cukup disitu, Amien kembali mengeluarkan kata "umat Islam", tampaknya ia ingin mengobarkan amarah kaum Muslim yang coba dibenturkan dengan aparat yang menurutnya bertindak "ugal-ugalan" dan "berbau PKI".
"Saya atas nama umat Islam minta pertanggungjawaban mu," jelasnya.
People Power
Memang, bukan kali ini saja mantan Ketua MPR itu menabur sikap kebencian ditengah masyarakat yang sedang terbelah akibat dukungan capres. Tengoklah saat mendekati pengumuman hasil Pemilu dari Komisi Pemilihan Umum (KPU). Amien adalah orang yang pertama kali mengeluarkan seruan provokatif: "people power!".
Saat Apel Siaga Umat 313 pada akhir Maret 2019, Amien menyatakan tak akan membawa sengketa hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun lebih memilih menggerakkan massa alias people power.
"Kalau nanti terjadi kecurangan, kita nggak akan ke MK (Mahkamah Konstitusi). Enggak ada gunannya," kata Amien di Masjid Sunda Kelapa, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, Ahad, 31 Maret 2019.
Dari mulut Amien lah, istilah people power pun jadi populer ditengah panasnya rivalitas Pilpres 2019. Istilah itu dipakai sebagai reaksi ketidakpercayaan atas proses penyelenggaraan pemilu yang dilakukan oleh KPU. Sejurus dengan itu, people power juga punya pesan kuat bahwa?upaya pengajuan sengketa hasil pilpres di MK akan jadi sia-sia belaka, padahal saat itu pemungutan suara belum dilaksanakan. Narasi people power seperti jadi mantra dari kubu 02. Kivlan Zein dan Eggi Sudjana ikut-ikutan meneriakan istilah ini.
Dan pada akhirnya, seruan people power memakan korban.
Eggi Sudjana pun kena batunya, pengacara dan politikus PAN itu ditetapkan menjadi tersangka makar akibat "membeo" Amien Rais yang berulangkali meneriakkan people power. Ia bahkan sempat mempertanyakan penetapannya menjadi tersangka, padahal Amien lah yang pertama kali mengeluarkan pernyataan tersebut.
Pensiun dari Profesor jadi Provokator?
Sementara itu, menanggapi manuver Amien yang semakin "liar". Pihak Universitas Gadjah Mada (UGM), kampus yang melabeli gelar "profesor" kepada Amien Rais pun angkat suara.
Sebelum terjun ke dunia politik praktis, Amien Rais adalah dosen dan guru besar (profesor) di Jurusan Hubungan Internasional UGM Yogyakarta.
Dikutip dari detik.com, Ketua Dewan Guru Besar UGM, Koentjoro, mengakui memang banyak pertanyaan yang diajukan kepadanya berkaitan dengan tanggung jawab Amien Rais kepada masyarakat sebagai seorang profesor.
"Banyak yang menanyakan, kan beliau (Amien Rais) profesor, lalu bagaimana tanggung jawabnya?" ungkapnya kepada wartawan di kampus UGM, Jumat (24/5/2019).
Sementara itu, Rektor UGM, Panut Mulyono, menegaskan apa yang dilakukan Amien Rais bukan tanggung jawab institusinya. Sebab, ia sudah pensiun dari kampus.
"Profesor Amien Rais itu sudah purna, sudah pensiun dari UGM, sehingga secara institusi (UGM) sudah tidak ada ikatan secara struktural. Apa yang beliau lakukan itu bukan tanggung jawab UGM, itu jadi tanggung jawab pribadi beliau," pungkasnya.
Menyikapi langkah kontroversial Amien Rais. Dosen Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, Feri Amsari berkomentar bahwa Amien kini sudah turun derajat karena ulahnya sendiri. Dari guru bangsa dan guru besar (profesor) jadi guru provokator.
"Jangan merubah maqom (tingkatan). Jangan sampai seperti Amien Rais yang dari guru bangsa malah jatuh jadi provokator bangsa," kata Feri dalam acara Mata Najwa.
Prabowo Berbalik
Setelah hasil Pilpres keluar dan hasilnya menunjukan kemenangan Jokowi. Prabowo akhirnya berbalik, ia ambil sikap akan menggugat hasil pilpres ke MK. Banyak pihak memuji langkah tersebut, ketimbang mengambil jalan people power?seperti yang disarankan Amien Rais.
Sebagai tokoh senior dalam palagan politik nasional, Amien Rais sudah semestinya mendorong kedua capres untuk melakukan rekonsiliasi. Hampir satu tahun, rakyat terbelah antara "cebong" dan "kampret". Akan lebih bijaksana jika Amien menutup petualangan politiknya menjadi guru bangsa dan negarawan ketimbang mengipasi bara yang seharusnya sudah saatnya padam.
Penulis Inggris Salman Rushdie dalam novelnya Haroun and the Sea of Stories?pernah mengetengahkan kisah seorang pendongeng keliling yang biasa dibayar untuk menceritakan cerita-cerita menarik dihadapan para raja.
Suatu ketika ia sudah merasa jenuh dengan segenap bualannya dihadapan raja, ia tahu, sang raja membayarnya hanya untuk membual. Akan tetapi, sang pendongeng sekalipun si pembuat cerita, tak mau terus menerus dikekang imajinasinya hanya untuk melayani sang raja. Hingga akhirnya si pendongeng memungkasi tugasnya dengan cerita kematian si raja itu sendiri. "Khattam Suud, tuntas sudah semua kisah ini," kata si pendongeng.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: