Kementerian Keuangan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2019 berada pada kisaran 5,02-5,13 persen. Dengan demikian, secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi sampai dengan semester I-2019 diperkirakan mencapai 5,10 persen, meningkat dari triwulan I-2019 yang sebesar 5,07 persen.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani mengatakan, pertumbuhan tersebut antara lain diperkuat oleh hasil assessment lembaga pemeringkat kredit Standard & Poor?s (S&P) yang menaikkan peringkat Indonesia dari BBB- ke BBB dengan outlook stable pada 31 Mei 2019.
"Peningkatan tersebut dicapai tanpa harus melalui peringkat BBB- outlook positive," ujarnya di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (21/6/2019).
Baca Juga: Pertengahan Juni, Dana Asing yang Masuk RI Capai Rp120,4 Triliun
Dengan demikian stabilitas ekonomi Indonesia tetap terkendali di tengah turbulensi ekonomi dunia, dengan tingkat inflasi Mei 2019 sebesar 3,32 persen.
"Tingkat inflasi yang rendah tersebut diyakini akan menjaga tingkat konsumsi masyarakat," tukasnya.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2019 akan tumbuh melandai bila dibandingkan dengan capaian pertumbuhan ekonomi kuartal I 2019. Untuk diketahui, pada kuartal I 2019, perekonomian Indonesia tumbuh 5,07 persen yoy.
"Landai memang kami bandingkan tingkat pertumbuhannya itu dengan kuartal satu. Jadi yang kita sebut landai itu more or less tidak jauh berbeda dengan tingkat pertumbuhan year on year (yoy) di kuartal satu," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo, kemarin.
Baca Juga: BI Waspadai Dampak Perang Dagang ke Defisit Transaksi Berjalan
Menurut Perry, melandainya pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua tahun ini akibat kinerja ekspor yang kian melempem. Penyebabnya adalah peningkatan eskalasi ketegangan hubungan dagang antara AS dan Tiongkok, sehingga membuat terbatasnya permintaan dunia dan turunnya harga komoditas.
"Tapi dengan penurunan ekspor itu, impor juga mengalami penurunan. Penurunan impor terkait dengan penurunan ekspor dan juga dengan investasi swasta nonbangunan yang belum naik," tutur dia.
Sebelumnya, S&P meningkatkan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia dari BBB-/Outlook Stabil menjadi BBB/Outlook Stabil pada 31 Mei 2019.
Dalam laporannya, S&P menegaskan bahwa salah satu faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut adalah prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat dan dukungan kebijakan otoritas yang diyakini akan tetap berlanjut pasca-terpilihnya kembali Presiden Joko Widodo. Selain itu, perbaikan sovereign credit rating Indonesia juga didukung oleh utang pemerintah yang relatif rendah dan kinerja fiskal yang cukup baik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: