Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Marak Hujatan di Medsos, Pasal Penghinaan Presiden Relevan?

        Marak Hujatan di Medsos, Pasal Penghinaan Presiden Relevan? Kredit Foto: Reuters
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengamat politik Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai pasal penghinaan terhadap Presiden yang diatur dalam Pasal 239 ayat (1) RKUHP sangat relevan. Hal tersebut dikatakan terkait maraknya hujatan di media sosial.

        "Berbagai hujatan yang mengandung unsur penghinaan, baik terhadap kepala negara dan juga para pemimpin lembaga-lembaga negara maupun antar warga negara," ujarnya kepada wartawan, Kamis (19/9/2019).

        Baca Juga: Pasal Ini Mudahkan Napi Jalan-Jalan ke Mall, Gak Salah Nih?

        Baca Juga: Ngapain Wapres China Hadir di Pelantikan Jokowi?

        Diketahui, dalam Pasal 239 ayat (1) RKUHP berbunyi bahwa setiap orang di muka umum menghina Presiden dan Wapres, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV sebesar Rp500 juta.

        Menurut, pasal penghinaan terhadap kepala negara tidak hanya diterapkan di Indonesia. Bahkan, ada sejumlah negara ikut menerapkan pasal penghinaan kepala negara/pemerintahan dan simbol-simbol negara.

        Seperti, Iran, Venezuela, Bahrain, Thailand, Ajerbaizan, Belanda, Polandia, Lebanon, Kuwait, Kamerun, dan Turki.?

        Namun, menurutnya, penerapan pasal tersebut harus hati-hati karena berpotensi menjadi pasal karet yang bisa disalahgunakan, meskipun dalam Pasal 239 Ayat (2) ditegaskan, tidak merupakan penghinaan jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jelas dilakukan untuk kepentingan umum, demi kebenaran, atau pembelaan diri.

        "Pasal ini harus dilaksanakan secara konsisten. Jangan sampai terjadi penyalahgunaan wewenang yang semena-mena," jelasnya.

        Ia berharap dimasukkannya pasal penghinaan Presiden ini hanya semata untuk meneguhkan Indonesia sebagai bangsa yang beradab.

        "Oleh karena itu, bangsa tentu harus menjaga kehormatan bangsanya termasuk Presiden dan Wakil Presiden sebagai simbol negara," tukasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: