Soal Larangan Natal di Dharmasraya, Demokrat: Jangan Salahkan Menag, tapi Jokowi...
Isu adanya larangan merayakan dan melaksanakan kebaktian Natal di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat, menjadi sorotan publik. Hal ini memunculkan isu intoleransi umat beragama dalam menjalankan ibadah.
Ketua DPP Partai Demokrat, Jansen Sitindaon mengatakan, terkait pelarangan tersebut, lebih baik dilihat dari perspektif hukum, agar tidak menjadi perdebatan.?
Jansen menyebut, aspek hukum mesti dilihat, karena agar dapat dilihat lebih jelas siapa yang harus bertanggung jawab dengan munculnya isu tersebut.
Baca Juga: Soal Larangan Rayakan Natal di Dharmasraya, ini Kata Uskup Agung
"Dari situ, baru kita bisa melihat siapa yang harus bertanggung jawab. Kebebasan beragama dan menjalankan ibadah itu amanat konstitusi. Jadi, bukan lagi sekedar bunyi undang-undang," kata Jansen dalam pesan tertulisnya, Rabu (25/12/2019).
Jansen menambahkan, kebebasan beragama tercantum dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945. Pada pasal tersebut, jelas menyatakan Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Maka itu, ia mendorong Joko Widodo (Jokowi) selaku Presiden RI bisa turun tangan dalam polemik ini.
"Kalimat di pasal 29 itu jelas sekali menyebut kata 'Negara'. Sehingga, kalau terjadi pelarangan terhadap kebebasan beribadah dan beragama, maka yang bertanggung jawab langsung itu, ya Kepala Negara. Bukan lagi, sekedar kepala pemerintahan atau menteri-menteri," ujarnya.
Baca Juga: Perayaan Natal di Dharmasraya dan Sijunjung Tidak Dilarang
Jansen menilai, Menteri Agama, Fachrul Razi juga tak dapat disalahkan atas munculnya isu pelarangan perayaan Natal ini. Jika terjadi pelarangan terhadap umat agama manapun, tidak terkecuali agama Islam yang merupakan mayoritas, yang bertanggung jawab adalah Kepala Negara.
"Sesuai konstitusi, maka itu (pelarangan beribadah) sepenuhnya tanggung jawab kepala negara dalam hal ini Pak Jokowi untuk menjaminnya, Itulah bunyi konstitusi kita. Jadi, selama UU Dasar kita bunyinya masih demikian, maka Kepala Negara langsunglah yang harus bersikap menyelesaikan persoalan-persoalan demikian ini," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Clara Aprilia Sukandar
Tag Terkait: