Nahdlatul Ulama menganggap Kementerian Keuangan ingkar janji atas kesepakatan program penyaluran kredit ultramikro senilai total Rp1,5 triliun. Sebab, NU mengklaim, dana kredit sebagaimana kesepakatan perjanjian pada 2017 itu belum dicairkan sepeser pun sampai sekarang.
NU juga mengoreksi klarifikasi Kementerian Keuangan yang mengklaim sudah menyalurkan dana kredit untuk pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) itu sebesar Rp211 miliar sebagai tahap awal. Sebenarnya, menurut NU, kredit itu tak sesuai perjanjian.
Baca Juga: Ditagih Kredit Murah Rp1,5 M oleh PBNU, Begini Respons Sri Mulyani
Dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (27/12/2019), Sekretaris Jenderal NU Helmy Faishal Zaini menjelaskan empat hal yang menjadi keberatan organisasinya atas penyaluran dana kredit yang disebut Kredit Ultramikro (Umi) dari Kementerian Keuangan.
Pertama, tulis Helmy, NU tak menemukan model pembiayaan sebagaimana yang diharapkan kesepakatan di awal, yakni salah satunya pricing pembiayaan bagi pelaku ekonomi mikro sebesar 2 persen sampai di tangan end user (penerima manfaat yang terakhir). "Yang terjadi adalah pricing yang terlalu tinggi sebesar 8 persen, bahkan lebih tinggi dari KUR (Kredit Usaha Rakyat) yang berkisar 6 persen."
Kedua, dengan pricing pembiayaan yang tinggi itu, NU menganggap tidak layak untuk membantu masyarakat kecil yang butuh afirmasi pricing untuk menjalankan usaha mikro, yakni pada kisaran 2 persen di tingkat end user?sehingga akan benar-benar dapat membantu pelaku mikro ekonomi.
Ketiga, Kementerian Keuangan ternyata menyalurkan dana kredit Umi melalui tiga perusahaan agen penyalur, yakni PT Bahana Artha Ventura (BAV), PT Permodalan Nasional Madani (PNN), dan PT Pegadaian. "Tentu harapan untuk mendapatkan semurah-murahnya kredit mikro menjadi makin jauh," tulisnya.
Keempat, klaim Kementerian Keuangan bahwa sudah memulai kerja sama penyaluran kredit dengan beberapa pesantren sebagai proyek uji coba, tulis Helmy, "bukan bagian dari kerja sama yang diharapkan, di mana LPNU yang ditunjuk untuk melakukan pendampingan program pun tidak lagi diajak untuk terlibat aktif."
"Dengan demikian," dia menegaskan, "tim yang telah dibentuk oleh LPNU pun tidak dapat melakukan monev (monitoring dan evaluasi) ataupun upaya peningkatan kapasitas yang sejak awal sesungguhnya sudah dirancang guna menumbuhkan dan menggairahkan para pelaku ekonomi mikro".
Helmy menekankan, NU menghendaki kredit ultramikro dengan bunga semurah-murahnya, sebagaimana kesepakatan dalam perjanjian itu bukan untuk kepentingan sesaat, melainkan "merupakan upaya untuk mengawal dan memberi pelayanan kepada umat terutama dalam program pemberdayaan ekonomi."
Tagih Janji
Polemik tentang program ultramikro itu bermula dari rekaman video pidato Ketua Umum NU Said Aqil Siroj yang menyebar melalui media sosial kemarin. Said menagih janji Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk memberikan kredit murah senilai Rp1,5 triliun. NU mengaku kesulitan menjalankan program-program yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat karena tak kunjung mendapat bantuan dari pemerintah.
"Pernah kami MoU (penandatanganan perjanjian kerja sama) dengan Menteri Sri Mulyani, katanya, akan menggelontorkan kredit murah Rp1,5 triliun. Ila hadza yaum, sampai hari ini, satu peser pun belum terlaksana. Ini biar tahu Anda semua seperti apa pemerintah ini," kata Said dalam video itu.
Said menganggap itu bukti pemerintah kurang peduli terhadap perekonomian masyarakat miskin, sementara sekelompok kecil konglomerat dibiarkan menikmati sepuasnya kekayaan alam Indonesia. Masyarakat miskin di sekitar perusahaan-perusahaan besar itu, katanya, bahkan tak ikut menikmati hasil ekploitasi alam mereka.
Klaim Kementerian Keuangan
Kementerian Keuangan mengklarifikasi pernyataan Said Aqil Siroj yang menagih janji pemerintah untuk pengelolaan dana kredit usaha kecil senilai total Rp1,5 triliun yang belum dicairkan sepeser pun sampai sekarang.
Kepala Biro Komunikasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti pada Kamis mengklaim bahwa lembaganya sudah mencairkan dana kredit itu meski baru sebagian, yakni Rp211 miliar, kepada lima koperasi yang berafiliasi atau diusulkan oleh NU. Penyaluran kredit itu juga meliputi pembinaan dan pelatihan di bidang perpajakan.
Sekarang, kata Nufransa, memang baru Rp211 miliar, artinya, belum sepenuhnya dari total yang disepakati dalam MoU senilai Rp1,5 triliun. Penyaluran selanjutnya menunggu perkembangan dan sesuai usulan NU.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum