Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tepis Gara-gara Tak Dapat Kue, Said Bilang Kritiknya Perkara. . .

        Tepis Gara-gara Tak Dapat Kue, Said Bilang Kritiknya Perkara. . . Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Kelakuan Pemerintah China yang mengklaim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna dengan membiarkan kapal-kapal nelayan dari negara tersebut menangkap ikan dikritik rakyat Indonesia. Cara ilegal China itu dinilai menyinggung kedaulatan negara.

        Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mendesak RI bersikap tegas terhadap Pemerintah China. Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj mengatakan, masalah Natuna adalah harga diri bangsa.

        "Kehormatan bangsa yang merdeka yang diakui oleh seluruh dunia internasional, dilanggar atau diusik, maka kita tidak boleh diam," kata Said dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (6/1/ Januari 2020).

        Baca Juga: Said Aqil Mulai Teriak, Cetus Pengamat: Paling Karena Kue Kekuasaan

        Said pun meminta masyarakat tak perlu turun ke jalan menyikapi tindakan sewenang- wenang provokasi China.

        Ia pun membantah ketika ditanyai wartawan, kritik kerasnya ini merupakan reaksi atas kekecewanya terhadap susunan Kabinet Indonesia Maju. Bagi dia, kritik yang disampaikan atas pandangan objektif.

        "Saya mengkritik pemerintah kenapa penempatan beberapa menteri tidak tepat. Bukan harus saya, endak. Saya tidak mau," kata dia.

        Sebelumnya, Said meminta agar pemerintah tidak lembek terhadap tindakan China lewat kapal yang masuk secara ilegal ke perairan Natuna. Menurut dia, kedudukan wilayah laut amat strategis sebagai basis pertahanan.

        Baca Juga: China Klaim Natuna, Usul Demokrat: Pak Jokowi Coba Ngobrol dengan SBY

        Said menyebut ke depan Pemerintah RI diminta sungguh-sungguh menempatkan konsep pembangunan maritim jika ingin menjadi pimpinan dunia sebagai negara bahari.

        "Karena itu pulau-pulau perbatasan, termasuk yang rawan gejolak di Laut Selatan China, tidak lagi boleh disebut terluar, tapi terdepan," kata dia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: