Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        OJK Bakal Bubar, Pengamat Asuransi: Setuju Sekali, Gak Ada Manfaatnya

        OJK Bakal Bubar, Pengamat Asuransi: Setuju Sekali, Gak Ada Manfaatnya Kredit Foto: OJK
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini terancam untuk dibubarkan. Wacana ini muncul karena beberapa kasus yang terjadi belakangan dari mulai skandal Jiwasraya hingga Asabri.

        Pengamat Asuransi Irvan Rahardjo sangat mendukung pembubaran OJK. Sebab menurutnya, sejak berdiri tidak ada manfaat yang dirasakan oleh industri keuangan di dalam negeri.

        Misalnya saja pada industri asuransi yang mana angka literasinya tidak mengalami kemajuan. Hal ini membuat kinerja di sektor asuransi cenderung stagnan dan hanya berkontribusi sekitar 2,3% saja dari Produk Domestik Bruto (PDB).

        Baca Juga: Sengkarut Jiwasraya: OJK Bubar, Lembaga Baru Mekar

        "Setuju sekali. Enggak ada manfaatnya. Literasi asuransi tidak bertambah baik, sekitar 24% di bawah Pegadaian. Penetrasi stagnan di sekitar 2,3% PDB," ujarnya saat dihubungi, Rabu (22/1/2020).

        Selain itu, lanjut Irvan, OJK juga gagal melakukan dalam melakukan pengawasan di industri asuransi. Termasuk juga kasus skandal Jiwasraya yang merupakan salah satu bukti kelalaian dari industri asuransi.

        Menurutnya, Jiwasraya merupakan salah satu kasus besar merugikan negara hingga Rp13,7 triliun. Kejaksaan Agung (Kejagung) pun telah mengungkap dugaan korupsi di Jiwasraya dan sudah menahan lima tersangka yang terkait dengan kasus tersebut.

        Di sisi lain, pihak manajemen Jiwasraya juga menghentikan pembayaran klaim para nasabahnya untuk produk saving plan. Hal itu dikarenakan ketika itu keuangan Jiwasraya sedang buruk.

        Tercatat, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp10,24 triliun dan mengalami defisit sebesar Rp15,83 triliun pada 2018. Sementara setahun berselang pada September 2019, ekuitas dari Jiwasraya semakin terpuruk karena mengalami negatif sebesar Rp23,92 triliun.

        "Ini dampak dari kelalaian OJK. OJK tidak ada tata kelola yang baik, tidak ada integritas dalam melakukan pengawasan. Buntutnya persoalan di industri asuransi," katanya.

        Jika melihat kondisi tersebut, seharusnya OJK juga sudah melakukan penghentian program saving plan sejak awal. Bahkan seharusnya, program saving plan seharusnya tidak diberikan izin oleh OJK mengingat saat itu, Jiwasraya juga diduga melakukan manipulasi laporan keuangannya.

        "Kalau ingin mengeluarkan produk saving plan seharusnya perusahaannya tidak boleh merugi. Kalau memang rugi ya disetop. Kenyataannya, Jiwasraya tetap bisa mengeluarkan produk saving plan," katanya.

        Sementara itu, sejumlah aturan yang dibuat oleh OJK juga hanya menjadi pajangan semata. Bahkan aturan yang dibuat oleh OJK justru cenderung dilanggar sendiri.

        "Jangan buat aturan tapi ujung-ujungnya tidak ditegakkan. Ini seperti ada jurang antara aturan dan pengawasan OJK," kata Irvan.

        Baca Juga: OJK di Persimpangan Pembubaran, Mbak Sri Beri Tanggapan Lain

        Oleh karena itu dirinya mengusulkan untuk segera dilakukan reformasi ditubuh OJK. Jika memang sulit dan tidak ingin dilakukan reformasi, dirinya menyarankan agar fungsi pengawasan dikembalikan lagi kepada Kementerian Keuangan.

        "Jadi bukan reformasi asuransi, tapi reformasi tubuh OJK. Bahkan kalau saya mau bilang bubarkan OJK, kembalikan fungsi pengawasan ke Kementerian Keuangan dan untuk bank ke bank sentral," kata Irvan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: